Banyak orang tua yang mengeluh, “Anak saya malas belajar,” atau “Disuruh belajar harus dimarahi dulu baru mau.” Padahal, jika dicermati lebih dalam, kebiasaan belajar anak sebenarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya, terutama orang tua. Tanpa disadari, ada banyak sikap dan kebiasaan orang tua yang justru melemahkan semangat belajar anak.
Tidak semua bentuk perhatian atau cara mendidik yang terlihat “baik” ternyata berdampak positif. Sebagian bisa membuat anak kehilangan motivasi, merasa tertekan, atau bahkan menjadikan belajar sebagai beban, bukan kebutuhan.
Berikut beberapa kebiasaan orang tua yang sering dilakukan tanpa sadar, namun bisa membuat anak malas belajar.
1. Terlalu Menekan dan Menuntut
Salah satu kebiasaan yang paling sering ditemui adalah orang tua yang terlalu fokus pada hasil akhir. Misalnya, anak dituntut untuk selalu mendapat nilai tinggi, masuk ranking, atau juara kelas. Akibatnya, proses belajar jadi kehilangan makna.
Anak merasa bahwa belajar hanya soal angka atau prestasi, bukan tentang memahami dan menikmati prosesnya. Lama-lama, tekanan ini bisa membuat anak cemas, mudah stres, dan akhirnya kehilangan minat belajar. Sebaliknya, orang tua seharusnya memberikan ruang bagi anak untuk mencoba, gagal, dan belajar dari proses tersebut.
2. Terlalu Sering Membandingkan dengan Anak Lain
“Lihat tuh, kakakmu rajin belajar.”
“Teman kamu saja bisa juara, kamu kapan?”
Ucapan semacam ini sering terdengar dari orang tua yang niatnya memotivasi, tapi justru bisa melukai perasaan anak. Perbandingan semacam ini membuat anak merasa dirinya tidak cukup baik, dan mulai meragukan kemampuannya sendiri. Akibatnya, anak kehilangan percaya diri dan jadi malas belajar karena merasa apa pun yang dia lakukan tidak akan pernah cukup.
Setiap anak punya kecepatan dan gaya belajar yang berbeda. Tugas orang tua adalah mendampingi, bukan membandingkan.
3. Minim Apresiasi Saat Anak Berusaha
Anak yang sudah berusaha keras, belajar sampai malam, atau mencoba memahami pelajaran yang sulit tetap butuh dihargai, meskipun hasilnya belum maksimal. Namun, banyak orang tua hanya memberi pujian saat anak berhasil, dan cenderung diam atau bahkan mengkritik saat anak belum sesuai harapan.
Kurangnya apresiasi ini bisa membuat anak merasa usahanya tidak dihargai. Mereka jadi enggan mencoba lagi, karena merasa kerja kerasnya tidak ada gunanya. Padahal, pujian sekecil apa pun bisa menjadi bahan bakar motivasi belajar yang sangat kuat.
4. Memberi Gadget Tanpa Aturan Jelas
Banyak orang tua memberikan ponsel atau tablet agar anak tidak rewel atau diam di rumah. Sayangnya, jika tidak dibarengi dengan aturan penggunaan yang jelas, gadget bisa mengalihkan fokus anak dari belajar ke hiburan tanpa batas.
Anak jadi terbiasa mencari hal-hal yang instan dan menyenangkan, seperti bermain game, menonton video, atau berselancar di media sosial. Jika dibiarkan, kebiasaan ini menurunkan daya tahan mental anak terhadap kegiatan yang menuntut fokus dan usaha jangka panjang, seperti belajar.
Solusinya bukan melarang total, tapi mengatur waktu dan membimbing anak agar bisa menggunakan teknologi secara seimbang dan bertanggung jawab.
5. Kurang Terlibat dalam Proses Belajar Anak
Ada juga orang tua yang terlalu menyerahkan urusan belajar sepenuhnya kepada sekolah atau guru les. Mereka tidak tahu apa yang sedang dipelajari anak, kesulitan apa yang dihadapi, atau bagaimana perkembangan akademiknya. Akibatnya, anak merasa belajar adalah urusan pribadinya, bukan sesuatu yang mendapat dukungan penuh dari orang tua.
Padahal, keterlibatan orang tua dalam belajar sangat berpengaruh pada semangat anak. Dengan sekadar bertanya, “Tadi belajar apa di sekolah?” atau menemani anak mengerjakan PR, anak akan merasa didukung dan dihargai.
6. Memberi Label Negatif pada Anak
Tanpa sadar, ada orang tua yang memberi cap buruk pada anak karena satu-dua kesalahan atau kegagalan. Kalimat seperti, “Dasar kamu malas,” atau “Kamu memang nggak pintar pelajaran,” bisa melekat di pikiran anak dan membentuk citra diri yang buruk.
Label negatif seperti itu bisa menurunkan motivasi, karena anak merasa sudah dicap dan tidak bisa berubah. Padahal, anak yang malas belajar bukan berarti tidak punya potensi. Sering kali mereka hanya belum menemukan cara belajar yang sesuai atau butuh lebih banyak dukungan emosional.
7. Tidak Memberikan Contoh Positif
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Jika orang tua menghabiskan waktu menonton TV sepanjang hari, bermain ponsel saat akhir pekan, atau tidak menunjukkan kebiasaan membaca dan belajar, maka anak akan menganggap bahwa belajar bukanlah hal penting.
Sebaliknya, orang tua yang gemar membaca, berdiskusi, atau mencoba hal baru bisa memberi contoh nyata bahwa belajar adalah bagian dari hidup. Ini jauh lebih efektif dibanding sekadar menyuruh anak belajar terus-menerus.
8. Jadwal Harian Anak yang Terlalu Padat
Sebagian orang tua ingin anaknya “hebat” di banyak bidang, sehingga mereka memasukkan anak ke berbagai les dari mulai musik, bahasa, olahraga, dan lainnya. Akibatnya, anak kelelahan dan waktu untuk istirahat atau belajar mandiri jadi sangat terbatas.
Belajar bukan cuma soal waktu yang tersedia, tapi juga energi dan suasana hati. Anak yang terlalu lelah akan kehilangan semangat dan konsentrasi. Orang tua perlu bijak menyusun jadwal agar anak tetap punya waktu untuk bermain, bersantai, dan mengembangkan minat pribadinya.
~Afril