2 Mahasiswa UGM Meninggal Dunia saat KKN, Apakah Program Kuliah Ini Masih Perlu Dilakukan?

Share

Awal Juli 2025, kabar duka datang dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dua mahasiswa KKN‑PPM UGM meninggal dalam kecelakaan kapal longboat di perairan Maluku Tenggara pada 1 Juli 2025.

Dua mahasiswa UGM yang menjadi korban adalah Septian Eka Rahmadi dari Fakultas Teknik Elektro dan Bagus Adi Prayogo dari Fakultas Kehutanan.

Kejadian berawal dengan rombongan yang terdiri dari tujuh mahasiswa dan lima warga lokal, yang berangkat ke Pulau Wahru menggunakan dua longboat sekitar pukul 11.00 WIT. Tujuannya adalah mengambil pasir untuk program Revitalisasi Terumbu Karang atau Artificial Patch Reef (APR) di Desa Debut.

Sekitar pukul 12.20 WIT, muatan pertama sebanyak 35 karung pasir berhasil diangkut kembali ke Desa Debut. Lalu, tepat pukul 13.30 WIT, longboat kembali menuju Pulau Wahru untuk mengambil 16 karung pasir berikutnya.

Sayangnya, sekitar 300 meter dari bibir pantai, longboat dihantam ombak setinggi sekitar 2,5 meter sehingga terbalik dan menjatuhkan semua penumpang ke laut.

Pukul 15.00 WIT, tim SAR Pos Tual dan warga lokal bergerak cepat untuk melakukan evakuasi. Para korban selamat dibawa ke Desa Debut untuk pertolongan.

Saat evakuasi, Septian ditemukan dalam kondisi lemas dan kemudian dinyatakan meninggal segera setelah evakuasi. Sementara Bagus, yang sempat dinyatakan hilang, ditemukan teman dan warga pukul 23.00 WIT dalam keadaan meninggal.

UGM lalu memulangkan jenazah Septian ke Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bagus ke Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim). Pihak universitas juga mendampingi lima mahasiswa lain yang selamat, tiga di antaranya menjalani perawatan fisik dan psikologis.

Masih Perlukah Universitas Menyelenggarakan KKN?

Kejadian ini tentu saja menyentak seluruh civitas UGM. Direktur DPKM UGM, Rustamadji, menyebut kedua mahasiswa adalah sosok yang penuh potensi, cerdas, rendah hati, dan peduli terhadap lingkungan.

UGM juga menyampaikan apresiasi besar kepada SAR, pemerintah daerah, dan warga lokal atas kolaborasi cepat dalam proses evakuasi.

Setelah tragedi ini, muncul pertanyaan besar: Masih perlukah universitas terus mengadakan KKN? Berikut adalah beberapa alasan universitas masih perlu melakukannya.

  1. Sebagai Pembelajaran dari Kehidupan Nyata

Banyak dosen dan buku tidak bisa memberikan pengalaman seperti KKN, mulai dari hidup bersama masyarakat, memahami masalah nyata, dan belajar untuk solutif. Semua hal ini agar mahasiswa tak hanya pintar teori, tetapi juga mampu memainkan peran positif di masyarakat.

  1. Untuk Mengembangkan Soft Skills

Dengan menjalani KKN, mahasiswa jadi belajar komunikasi, kerja sama tim, kepemimpinan, dan adaptasi ketika menghadapi tantangan lapangan. Ini modal penting untuk dunia kerja nantinya.

  1. Sebagai Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

Program seperti APR di Maluku bukan hanya materi praktis, tetapi juga memberikan kontribusi nyata untuk pembangunan desa. Misalnya, dengan membantu mengurangi sampah atau menjaga ekosistem laut.

  1. Menumbuhkan Rasa Empati dan Tanggung Jawab Sosial

Dengan turun langsung ke masyarakat, mahasiswa jadi lebih memahami kondisi keluarga kurang mampu, adat lokal, dan keragaman sosial. Kegiatan ini diharapkan dapat membentuk karakter peduli dan bertanggung jawab.

Kekhawatiran, Risiko, dan Langkah Bijak Melindungi Mahasiswa KKN

Meski bermanfaat, tentu saja akan ada risiko dari penyelenggaraan KKN. Mulai dari bencana alam, kecelakaan transportasi, masalah logistik, hingga tantangan keamanan di daerah terpencil.

Dampak psikologis dari kejadian traumatis seperti ini juga tidak ringan dan bisa membekas selamanya di diri mahasiswa.

Berdasarkan tragedi di Maluku Tenggara tersebut, sebaiknya pihak universitas mengambil beberapa langkah bijak berikut untuk melindungi para mahasiswa yang melakukan KKN:

  1. Evaluasi Menyeluruh SOP dan Risikonya

Pihak universitas harus membuat SOP yang jelas mengenai penyelenggaraan KKN untuk memastikan keselamatan mahasiswa selama melakukannya.

Jika memang harus menggunakan transportasi tradisional, seperti yang dilakukan mahasiswa UGM, harus bisa dipastikan dulu standar keselamatan perahu, jumlah maksimum penumpang, alat keselamatan seperti jaket pelampung, dan kondisi cuaca wajib.

Semua mahasiswa KKN juga harus diwajibkan untuk mengikuti pelatihan dasar penyelamatan diri, P3K, dan coping stress sehingga lebih waspada dan siap jika terjadi situasi kritis.

  1. Pendampingan Intensif dan Komunikasi Efektif

Dosen Pembimbing Lapangan dan mitra lokal harus aktif mendampingi dan memantau lapangan. Lalu, harus ada jalur komunikasi dua arah, mulai dari hotline darurat, check‑in rutin, dan pemantauan siang-malam.

Kemudian, harus ada juga konseling psikologis secara rutin dan support group sebelum, selama, dan pasca KKN untuk mengatasi dampak emosional dari kejadian traumatis selama mahasiswa melakukan kegiatan KKN. 

Universitas juga sebaiknya memberikan asuransi kecelakaan atau medis untuk tiap mahasiswa. Pastikan juga akses rumah sakit dekat dari lokasi sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk evakuasi.

Kesimpulan

Kejadian tragis di Maluku Tenggara ini memang membawa duka mendalam dan refleksi besar bagi dunia pendidikan.

Namun, KKN tetap perlu dijalankan karena punya banyak manfaat nyata dari sisi pembelajaran, karakter, dan pemberdayaan masyarakat. Meskipun pelaksanaannya harus diatur kembali agar lebih aman, terstruktur, dan humanis.

Selamat jalan, Septian dan Bagus. Semoga pengabdian kalian menjadi inspirasi dan universitas makin bijak melindungi generasi muda di masa depan!

~Febria

Lihat Artikel Lainnya

Scroll to Top
Open chat
1
Ingin tahu lebih banyak tentang program yang ditawarkan Sinotif? Kami siap membantu! Klik tombol di bawah untuk menghubungi kami.