Dengan tingginya nilai tukar dolar terhadap rupiah, salah satu sektor yang akan secara langsung merasakan dampak negatifnya adalah perdagangan. Namun, ada salah satu sektor penting di Indonesia yang juga akan terkena dampak negatifnya, yaitu pendidikan.
Dengan banyaknya institusi pendidikan yang berafiliasi dengan lembaga-lembaga internasional atau bahkan menggunakan mata uang asing, termasuk dolar Amerika Serikat (AS), hal ini tentu saja perubahan nilai tukar mata uang ini dapat memengaruhi biaya operasional.
Belum lagi akses terhadap pendidikan global yang juga akan terkendala. Padahal, banyak pelajar Indonesia yang ingin kuliah ke luar negeri. Namun, dengan tingginya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, ini tentu saja bisa menjadi masalah.
Pengaruh Nilai Tukar Dolar dengan Sektor Pendidikan
Seperti yang dijelaskan di atas, dengan nilai tukar uang asing yang semakin tinggi, maka ini akan memberikan dampak langsung pada berbagai sektor, termasuk pendidikan. Hal ini dikarenakan banyak universitas di Indonesia yang bekerja sama dengan universitas internasional atau menawarkan program yang menggunakan mata uang asing.
Bagi lembaga pendidikan yang program internasional dengan bayaran menggunakan dolar AS, kenaikan nilai tukar mata uang ini tentu saja akan memengaruhi biaya kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa.
Hal ini sejalan dengan pendapat World Bank yang mengatakan bahwa sebagian besar anggaran pendidikan di negara berkembang berasal dari pemerintah. Jadi, saat fiskal negara tertekan, maka anggaran pendidikan menjadi salah satu yang pertama akan dikurangi.Â
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan juga menambahkan bahwa negara yang mata uangnya melemah akan menghadapi kenaikan tajam dalam biaya pembelajaran.
Khususnya pendidikan berbasis teknologi yang sangat tergantung pada impor perangkat dan lisensi digital.Â
Sempat disinggung di atas, nilai tukar dolar yang naik juga akan berpengaruh pada pengadaan infrastruktur pendidikan.
Ini karena banyak peralatan dan bahan pengajaran yang digunakan oleh lembaga pendidikan, seperti komputer, laptop, tablet, dan berbagai software, berasal dari luar negeri dan dibeli menggunakan nilai tukar dolar.
Ketika nilai tukar dolar naik, lembaga pendidikan terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk mendatangkan barang-barang ini.
Hal tersebut akan diperparah dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dari banyak perusahaan swasta yang juga akan ikut menyusut saat pasar lesu. Ini membuat program bantuan pendidikan dari sektor swasta juga ikut terancam.
Biaya Kuliah Internasional Juga Ikut Terdampak
Jika kuliah di dalam negeri dan di jalur reguler saja bisa terdampak dengan kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah, bayangkan dampaknya kepada kampus-kampus yang memiliki kelas internasional dan bahkan orang-orang yang kuliah di luar negeri.
Bagi mahasiswa yang memilih program kuliah dengan biaya yang dihitung dalam dolar, tingginya nilai tukar mata uang tersebut dapat membuat biaya pendidikan menjadi lebih mahal.
Salah satu cara terbaik untuk menjaga akses pendidikan tetap terjangkau adalah dengan menyediakan beasiswa. Ini tidak hanya akan membantu mahasiswa, tetapi juga menjaga kualitas pendidikan tetap tinggi di Indonesia.
Sayangnya, meski ada beasiswa yang didanai penuh alias mahasiswa tidak perlu mengeluarkan biaya kuliah hingga selesai, tetapi untuk mendapatkan beasiswa bukan berarti tanpa biaya.
Ambil contoh biaya tes untuk TOEFL, IELTS, GRE yang semuanya berbasis dolar. Jika nilai tukar dolar semakin naik, itu artinya biaya tesnya juga semakin mahal. Ini membuat banyak calon mahasiswa harus menunda atau menyesuaikan rencana studi mereka.
Apa yang Harus Dilakukan Lembaga Pendidikan?
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan lembaga pendidikan untuk mengatasi dampak dari fluktuasi nilai tukar dolar yang tinggi saat ini.
Salah satunya adalah dengan menjalin lebih banyak kerja sama dengan universitas lokal dan mencari solusi yang lebih terjangkau untuk pengadaan alat dan bahan ajar. Lembaga pendidikan juga bisa mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan memberikan dukungan terhadap lembaga pendidikan. Misalnya dengan memberikan insentif untuk menyelenggarakan program-program internasional sehingga biaya yang dibebankan kepada mahasiswa bisa lebih terjangkau.
Tak hanya itu. Dari segi kebijakan, pemerintah juga bisa mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sehingga akan berpengaruh positif pada sektor pendidikan, yang sangat bergantung pada kestabilan ekonomi.
Pendidikan Tidak Boleh Menjadi Korban
Meski kondisi ekonomi saat ini dalam situasi menantang, tetapi bukan berarti tanpa harapan. Sebenarnya, pendidikan bisa dan harus menjadi bagian dari solusinya.
Saat anak-anak tetap bisa belajar dalam tekanan ekonomi serta sekolah dan perguruan tinggi tetap bisa bertahan untuk memberikan layanan yang terbaik, saat itulah investasi jangka panjang yang sesungguhnya sedang terjadi.
Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan adalah melakukan digitalisasi melalui hybrid learning dan membuat konten lokal yang bisa memangkas beban untuk melakukan kegiatan belajar secara efisien.
Lalu, lembaga pendidikan juga bisa mengoptimalkan produksi dalam negeri dengan menggunakan media belajar dan alat ajar lokal untuk mengurangi impor.
Sementara kolaborasi antara pemerintah dan swasta, yang memberikan insentif, pemotongan pajak, dan pembiayaan untuk memanfaatkan produksi dalam negeri, juga bisa menekan cost dan memperluas akses.
~Febria