Setiap kali pembagian rapor tiba, suasananya bisa jadi mendebarkan. Bukan hanya bagi anak, tetapi juga orang tua. Ada rasa penasaran, harapan, bahkan kekhawatiran.
Namun, bagaimana jika nilai yang tertulis tidak sesuai ekspektasi? Kebanyakan orang tua mungkin akan langsung merasa kecewa. Inilah yang membuat mereka tanpa sadar melontarkan kalimat seperti, “Kok segini doang nilainya?” atau “Kamu kurang belajar, ya?”.
Padahal, bagi anak nilai bukan sekadar angka. Terutama mereka yang duduk di bangku SMP dan SMA. Itu juga bisa jadi cermin harga diri, rasa bangga, sekaligus sumber stres.
Maka dari itu, peran orang tua sangat penting untuk memastikan momen pembagian rapor tidak berubah menjadi ajang menyalahkan, melainkan kesempatan untuk tumbuh bersama.
Mengapa Orang Tua Perlu Bijak Menanggapi Nilai Anak?
Menurut penelitian dari American Psychological Association (APA), tekanan akademik yang berlebihan dari orang tua dapat meningkatkan risiko stres, burnout, hingga masalah kepercayaan diri pada remaja.
Anak yang merasa dicintai hanya saat nilainya bagus cenderung tumbuh menjadi pribadi yang takut gagal dan sulit mengambil keputusan. Itulah mengapa penting untuk menanamkan pada anak bahwa nilai rapor bukan vonis, tetapi alat evaluasi.
Orang tua harus ingat bahwa nilai bisa berubah, kemampuan bisa diasah, tetapi hubungan dengan anak harus tetap kokoh.
Cara Mengelola Emosi Anak dan Orang Tua Saat Nilai Tidak Sesuai Harapan
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan jika nilai-nilai di rapor anak tidak memuaskan.
-
Tahan Dulu Komentar, Dengarkan Cerita Anak
Saat menerima rapor, jangan buru-buru menghakimi. Tanyakan dulu pada anak, “Menurut kamu gimana hasilnya?” atau “Bagian mana yang menurut kamu paling menantang?”. Dengan begitu, anak merasa dihargai dan tidak takut jujur.
-
Validasi Perasaan Anak
Jika anak terlihat kecewa, jangan langsung bilang, “Ah, cuma segitu aja kok sedih”. Lebih baik berikan respon seperti, “Ibu tahu kamu pasti ingin nilainya lebih baik. Wajar kok kecewa.”
Dengan begitu, anak belajar bahwa dirinya boleh gagal, tetapi tidak boleh menyerah.
-
Fokus pada Proses, Bukan Sekadar Hasil
Daripada berkata, “Kenapa nilainya jelek?”, coba ganti dengan, “Selama ini gimana cara kamu belajar? Apa ada yang bisa kita perbaiki?”. Pendekatan ini membuat anak lebih termotivasi untuk berkembang, bukan hanya mengejar angka.
-
Hindari Membandingkan dengan Saudara atau Teman
Kalimat seperti “Tuh, si A nilainya bagus banget” mungkin terdengar sepele dan tidak menyakitkan untuk orang tua. Namun, ini bisa sangat melukai harga diri anak.
Orang tua justru seharusnya menekankan pada anak bahwa yang penting bukan siapa yang lebih unggul, tetapi apakah dirinya sudah berusaha dengan maksimal dan tahu langkah selanjutnya.
-
Buat Rencana Belajar Bersama
Orang tua bisa mengajak anak menyusun strategi dengan berkata:
“Karena Matematika kamu turun, mau coba les atau belajar bareng ayah tiap malam?”
“Kalau kamu masih bingung soal listening di pelajaran bahasa Inggris, mau coba pakai aplikasi latihan?”
Dengan melibatkan anak, mereka akan merasa dipercaya dan memiliki kontrol atas masa depannya.
Jadikan Rapor sebagai Titik Awal, Bukan Titik Akhir
Nilai rapor tak selamanya mencerminkan potensi sesungguhnya. Banyak tokoh sukses dunia yang justru pernah mengalami kegagalan akademik. Namun, yang membuat mereka berhasil adalah dukungan, semangat belajar, dan ketahanan mental.
Sebagai orang tua, tugas kita bukan mencetak anak yang nilainya sempurna, tetapi membesarkan anak yang tangguh, percaya diri, dan bahagia menjalani proses belajar.
Saat nilai rapor anak tidak sesuai harapan, ingatlah satu hal bahwa “Rapor bisa diperbaiki, tetapi luka dari kata-kata orang tua bisa bertahan selamanya.”
Maka, jadilah rumah yang menenangkan bagi anak. Bukan tempat penghakiman, tetapi tempat mereka merasa diterima, Berapa pun nilai rapor mereka.
~Febri