Masa remaja, mulai dari SMP hingga SMA, adalah periode saat anak sedang mencari jati diri, belajar membuat keputusan, dan menguji batas.
Itulah sebabnya sangat penting bagi orang tua untuk mendampingi anak, bukan mengontrol penuh, yang akan membantunya belajar bertanggung jawab, mengelola emosi, dan meminimalkan risiko perilaku berbahaya.
Penelitian menunjukkan bahwa dukungan orang tua yang hangat disertai ruang untuk otonomi justru berdampak positif pada kesehatan mental dan kemampuan pengambilan keputusan remaja.
Beri Ruang Eksplorasi pada Anak
Remaja butuh mencoba hal baru, mulai dari gaya berpakaian, hobi, pertemanan, atau ide-ide yang mungkin bagi orang tua terasa aneh.
Namun, memberi ruang eksplorasi bukan berarti lepas tangan, melainkan menyediakan “ruang aman” tempat anak boleh mencoba dan gagal.
Contohnya adalah:
- Biarkan anak memilih ekstrakurikuler selama satu semester, lalu evaluasi bersama setelah tiga bulan.
- Beri mereka proyek mini, misalnya rencana liburan akhir pekan sederhana dengan anggaran kecil dan tanggung jawab pemesanan atau koordinasi.
Penelitian menyatakan bahwa kombinasi kehangatan orang tua dan dukungan otonomi meningkatkan kesejahteraan remaja. Jadi, memberi ruang yang terstruktur sangat bermanfaat.
Jadilah Teman Diskusi, Bukan Hanya Pemberi Aturan
Peran orang tua idealnya berubah dari “boss” menjadi “mentor atau teman diskusi” saat anak remaja. Caranya adalah dengan aktif mendengar, bertanya terbuka, dan menahan dorongan untuk langsung memberi solusi.
Misalnya, jika anak bilang mau menonton film dengan teman-temannya di mall dan pulang malam, orang tua bisa bertanya terlebih dahulu:
“Boleh cerita nggak rencananya kamu dan teman-teman seperti apa? Siapa yang ikut, naik apa, dan jam pulang berapa? Film apa yang mau ditonton?”
Jadi, daripada langsung melarang atau mengizinkan tanpa syarat, gunakan pendekatan tanya dan negosiasi.
Hindari pola asuh terlalu protektif
Proteksi berlebih, seperti memeriksa HP setiap saat, melarang semua aktivitas di luar rumah, mengontrol pertemanan total, sering berujung pada kecemasan, kurangnya keterampilan sosial, dan perilaku sembunyi-sembunyi anak.
Lebih baik lakukan “pengawasan yang hangat dan terukur”, yang tidak mengontrol setiap detail. Penelitian tentang perkembangan remaja menyarankan pengurangan kontrol seiring bertambahnya usia, sambil menjaga koneksi emosional.
Misalnya, daripada menelepon anak terus-menerus, sepakati aturan agar anak kirim pesan singkat setiap pindah lokasi saat di luar atau harus pulang telat.
Tips untuk Mendampingi Anak Remaja Sehari-Hari Tanpa Mengekang
Berikut beberapa rutinitas yang bisa dilakukan orang tua dengan anak remajanya.
- Miliki waktu mengobrol yang rutin. Misalnya selama 15 – 20 menit tanpa gangguan malam hari sekali atau dua kali seminggu.
- Buat aturan yang dapat dinegosiasikan. Misalnya jam pulang malam dan kegiatan weekend.
- Ajarkan pemecahan masalah. Tanyakan apa solusi anak saat menghadapi masalah tertentu dan diskusikan konsekuensi yang mungkin dihadapinya.
- Beri tanggung jawab bertahap. Mulai dari tugas rumah, lalu mengelola uang jajan, hingga merencanakan kegiatan sendiri.
Jadi, mendampingi remaja tanpa membatasi kebebasan itu kombinasi antara seni dan ilmu. Orang tua harus sabar, konsisten, dan hangat, sambil tetap memberi anak ruang agar dia belajar.
Ingat, tujuan orang tua mendampingi anak bukan menghilangkan risiko, tetapi membentuk kemampuannya untuk menghadapi risiko yang akan dihadapinya dengan matang.
Yuk, mulai dari langkah kecil, seperti mendengarkan anak lebih dulu, negosiasi aturan, dan beri anak kesempatan untuk mencoba! Dengan begitu, anak tidak akan merasa dikekang oleh orang tuanya.
~Febri