Pola Asuh Strawberry, Ciri-ciri yang Sering Tak Disadari Orang Tua

Share

Setiap orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik unt anak anaknya. Namun, dalam proses membesarkan anak, tak jarang niat baik bisa berubah menjadi pola asuh yang kurang sehat. Salah satunya adalah pola asuh yang dikenal dengan istilah “Strawberry Parent”.

Istilah ini mulai ramai dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Awalnya berasal dari sebutan “Strawberry Generation”, yaitu generasi muda yang tampak “manis dan bagus di luar”, tapi mudah rapuh dan tidak tahan tekanan. 

Dalam konteks parenting, Strawberry Parent adalah tipe orang tua yang cenderung terlalu memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, sehingga anak tidak siap menghadapi kenyataan dan tantangan hidup. Nah, seperti apa ciri-ciri pola asuh Strawberry Parent? Berikut penjelasan dan dampaknya bagi anak: 

Terlalu Protektif terhadap Anak

Salah satu ciri utama Strawberry Parent adalah terlalu protektif. Orang tua dengan pola ini cenderung merasa bahwa tugas mereka adalah menjaga anak dari segala kesulitan, bahkan hal-hal yang sebenarnya penting untuk proses belajar anak. Mereka mungkin melarang anak untuk mencoba hal baru hanya karena takut anak gagal atau kecewa. Padahal, kegagalan dan kesulitan adalah bagian alami dari proses tumbuh kembang.

Anak yang terus-menerus dilindungi akan kesulitan belajar mengelola risiko, dan bisa tumbuh menjadi pribadi yang mudah panik saat menghadapi masalah.

Membela Anak Secara Berlebihan

Alih-alih membantu anak merefleksikan kesalahannya, Strawberry Parent cenderung membela anak tanpa melihat konteks. Ketika anak mendapat teguran dari guru, misalnya, mereka lebih dulu menyalahkan pihak sekolah dibanding mengevaluasi perilaku anak. Hal ini bisa membentuk pola pikir bahwa anak “selalu benar” dan tidak perlu bertanggung jawab atas perbuatannya.

Dalam jangka panjang, anak akan kesulitan menerima kritik atau masukan dari orang lain, karena merasa dirinya tidak pernah salah.

Menghindarkan Anak dari Ketidaknyamanan

Tidak ada orang tua yang ingin anaknya sedih atau kecewa. Namun, jika hal ini membuat orang tua selalu berusaha menghindarkan anak dari situasi yang tidak nyaman, dampaknya bisa serius. Anak tidak akan terbiasa menghadapi tekanan atau perasaan tidak enak, padahal emosi-emosi seperti kecewa, bosan, atau cemas adalah bagian dari kehidupan.

Misalnya, ketika anak merasa kesulitan mengerjakan tugas, orang tua langsung turun tangan menyelesaikan semuanya. Tujuannya memang membantu, tapi lama-lama anak jadi tidak belajar menyelesaikan masalah sendiri.

Standar dan Tuntutan yang Terlalu Rendah

Dengan alasan “yang penting anak bahagia”, Strawberry Parent sering kali menurunkan ekspektasi terhadap anak. Misalnya, tidak memberi tanggung jawab rumah tangga atau tidak mendorong anak mengembangkan kemampuan karena takut anak merasa tertekan. Akibatnya, anak tumbuh tanpa tantangan yang membentuk karakter dan tidak terbiasa menghadapi target atau tujuan.

Sesekali memberi ruang istirahat itu perlu. Namun, membiasakan anak berada di zona nyaman secara terus-menerus bisa membuat mereka kesulitan berkembang.

Terlalu Mengatur Kehidupan Anak

Pola asuh Strawberry Parent juga ditandai dengan kecenderungan orang tua yang ingin mengatur semua hal, mulai dari pilihan kegiatan, pertemanan, bahkan cara anak berpikir. Anak jarang diberi kesempatan membuat keputusan sendiri, meskipun itu hal-hal kecil.

Contoh sederhana, saat anak lupa membawa buku atau tugas, orang tua langsung mengantarkannya ke sekolah. Sekilas terlihat seperti bentuk perhatian, tetapi jika dilakukan terus-menerus, anak akan sulit belajar bertanggung jawab.

Keterlibatan orang tua memang penting, tapi terlalu banyak campur tangan justru membuat anak kehilangan kesempatan untuk tumbuh secara mandiri.

Dampak Pola Asuh Sutrawberry Parent bagi Anak

Anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti ini cenderung mengalami beberapa tantangan saat tumbuh dewasa. Mereka bisa menjadi pribadi yang kurang percaya diri, sulit mengambil keputusan, dan tidak tahan menghadapi kegagalan. Dalam dunia nyata yang penuh tantangan, anak seperti ini akan lebih mudah merasa kewalahan.

Mereka juga berpotensi memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang tua, bahkan saat sudah menginjak usia remaja atau dewasa muda. Ketika menghadapi masalah, mereka lebih mudah menyerah atau menyalahkan orang lain.

Apakah lantas harus menjadi orang tua yang keras? Jawabannya tentu tidak. Pola asuh yang baik adalah yang seimbang—penuh kasih sayang, tapi juga mengajarkan tanggung jawab dan kemandirian. 

Anak perlu tahu bahwa orang tua adalah tempat berlindung, tapi juga orang yang membimbing mereka tumbuh, bukan orang yang menyelesaikan semuanya.

Memberi tantangan sesuai usia, membiasakan anak berpikir sendiri, dan memberi ruang untuk gagal adalah bagian penting dari proses pendidikan karakter. Anak yang sering jatuh dan bangun akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan tidak mudah menyerah.

Menjadi orang tua memang penuh tantangan. Namun, menyadari dan memahami pola asuh yang kita terapkan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki cara kita membimbing anak. Jangan sampai niat baik justru menjadi penghalang bagi anak untuk tumbuh mandiri.

Pola asuh Strawberry Parent mungkin terlihat penuh cinta dan perhatian, tapi jika tidak disadari, bisa membawa dampak kurang baik di masa depan. Maka, penting bagi setiap orang tua untuk terus belajar dan menyeimbangkan antara memberi kasih sayang dan menanamkan ketangguhan pada anak.

~Afril

Lihat Artikel Lainnya

Scroll to Top
Open chat
1
Ingin tahu lebih banyak tentang program yang ditawarkan Sinotif? Kami siap membantu! Klik tombol di bawah untuk menghubungi kami.