Ujian internasional seperti Cambridge IGCSE, A-Level, dan International Baccalaureate (IB) semakin banyak diminati oleh siswa tingkat SMP dan SMA, terutama mereka yang bercita-cita melanjutkan studi ke universitas luar negeri.
Tak hanya soal lulus, siswa juga bersaing untuk mendapatkan nilai tinggi agar diterima di universitas unggulan di luar negeri. Maka tak mengherankan jika persiapan menghadapi ujian-ujian ini menjadi proses yang cukup menantang dan penuh tekanan.
Di tengah tuntutan itu, muncul pertanyaan yang cukup krusial, apakah lebih baik mempersiapkan diri secara mandiri, atau mengikuti kursus khusus untuk ujian internasional?
Setiap siswa memiliki gaya belajar dan kondisi yang berbeda-beda. Ada yang merasa nyaman belajar sendiri dengan kecepatan mereka sendiri, sementara yang lain membutuhkan arahan dari guru atau tutor agar bisa memahami materi dengan lebih baik.
Sebagian siswa merasa bahwa belajar mandiri memberikan kebebasan untuk mengatur jadwal dan prioritas belajar sesuai kebutuhan. Dengan banyaknya sumber daya online, belajar mandiri tampak seperti opsi yang fleksibel dan hemat biaya. Namun di balik fleksibilitas itu, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait konsistensi dan pemahaman yang mendalam terhadap standar penilaian ujian internasional.
Ketika Belajar Mandiri Menjadi Pilihan
Belajar secara mandiri sering dianggap sebagai pendekatan yang cocok bagi siswa yang sudah terbiasa mengambil inisiatif dan bisa mengatur waktunya dengan disiplin. Mereka yang memilih jalur ini biasanya merasa nyaman mempelajari materi sendiri, mencari tahu struktur soal, dan memahami topik-topik penting dari berbagai sumber.
Dalam konteks ujian seperti IGCSE atau IB, banyak siswa mencoba untuk membaca silabus resmi, menonton penjelasan topik dari guru luar negeri di internet, hingga mengerjakan soal-soal tahun sebelumnya yang tersedia secara online.
Namun, belajar mandiri untuk ujian internasional tidak sesederhana yang dibayangkan. Siswa perlu tahu bahwa ujian seperti IGCSE dan IB tidak hanya menguji hafalan, tapi juga menilai kemampuan berpikir kritis, pemahaman konsep, dan cara menyampaikan argumen dengan struktur yang baik.
Tanpa bimbingan yang jelas, bisa jadi siswa hanya fokus pada hafalan atau latihan soal yang tidak terlalu representatif. Ini berisiko membuat mereka tidak siap menghadapi variasi soal yang sesungguhnya.
Salah satu hambatan terbesar dari belajar mandiri adalah tidak adanya umpan balik langsung. Ketika siswa mengerjakan latihan writing atau extended response, mereka tidak tahu apakah jawaban mereka sudah sesuai dengan kriteria Cambridge atau IB. Bahkan di bagian seperti Math atau Science, strategi pengerjaan soal bisa sangat menentukan nilai akhir, dan ini kadang tidak dijelaskan secara eksplisit di buku panduan. Tanpa guru atau tutor, siswa bisa saja keliru memahami soal atau mengerjakan dengan pendekatan yang kurang tepat.
Di sisi lain, jika siswa mampu menjaga ritme belajar, membuat target yang realistis, dan rajin melakukan evaluasi diri, belajar mandiri bisa menjadi cara yang sangat efisien. Waktu yang dihemat dari tidak mengikuti kursus bisa digunakan untuk memperdalam topik-topik sulit.
Banyak siswa yang berhasil meraih nilai tinggi di ujian internasional dengan belajar mandiri, tetapi prosesnya tentu memerlukan kesadaran diri yang tinggi, serta ketekunan yang tidak main-main.
Peran Kursus dalam Persiapan yang Terstruktur
Bagi sebagian siswa, mengikuti kursus adalah solusi yang lebih aman dan terarah. Kursus biasanya menyediakan struktur belajar yang jelas, dari pemahaman silabus, latihan soal, hingga simulasi ujian.
Dengan mengikuti program kursus khusus untuk IGCSE, A-Level, atau IB, siswa mendapat bimbingan langsung dari pengajar yang memahami gaya soal dan cara penilaiannya. Ini menjadi sangat penting, terutama ketika siswa kesulitan memahami standar penulisan jawaban yang sesuai dengan ekspektasi penguji internasional.
Selain itu, kursus juga memberi ruang untuk diskusi dan tanya jawab yang tidak bisa didapat saat belajar sendiri. Ketika siswa bingung dengan sebuah topik atau tidak yakin dengan cara mereka menyusun esai, keberadaan tutor yang bisa memberikan penjelasan langsung sangat membantu.
Dalam sistem pembelajaran seperti IB yang menekankan pada keterampilan berpikir tingkat tinggi, interaksi dengan pengajar atau teman belajar juga bisa memperkaya perspektif siswa.
Kursus juga bisa menjadi tempat untuk membangun rutinitas dan disiplin belajar. Jadwal yang sudah ditetapkan membantu siswa menjaga konsistensi, terutama bagi mereka yang cenderung menunda-nunda jika belajar sendiri.
Ada pula kursus yang menawarkan ujian simulasi secara berkala, sehingga siswa terbiasa dengan format dan tekanan waktu seperti dalam ujian asli. Simulasi semacam ini bisa menjadi indikator seberapa siap mereka, dan memberikan gambaran realistis tentang area yang masih perlu diperbaiki.
Namun, tidak semua kursus cocok untuk semua siswa. Beberapa merasa terbebani dengan jadwal yang padat atau metode pengajaran yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka. Biaya kursus juga bisa menjadi kendala, terutama jika harus mengambil program intensif selama beberapa bulan.
Dalam beberapa kasus, kursus yang terlalu umum dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan individu juga bisa membuat proses belajar menjadi tidak efektif.
Maka dari itu, memilih kursus pun perlu dipertimbangkan dengan matang. Idealnya, kursus yang diikuti mampu memberikan pendekatan personal, memahami kekuatan dan kelemahan siswa, serta menyesuaikan materi dengan tujuan akademik mereka. Dengan begitu, kursus bukan hanya menjadi tempat “mengisi waktu belajar”, tetapi benar-benar memberikan nilai tambah dalam perjalanan persiapan ujian internasional.
Kalau kamu sedang mencari bimbingan belajar untuk persiapan ujian internasional, kamu bisa lho belajar di Sinotif. Para pengajar di Sinotif menggunakan pendekatan secara personal sehingga dapat lebih memahami apa yang diperlukan siswa dan bagaimana mengajar sesuai gaya serta tingkat pemahaman masing-masing. Sinotif percaya setiap anak unik & berbeda, maka perlu diperlakukan secara berbeda.
~Afril