Overstimulated Generation, Saat Otak Lelah karena Terlalu Banyak Informasi

Share

Bayangkan kamu sedang duduk di kelas, guru menjelaskan materi yang penting untuk ujian. Tapi lima menit berlalu, dan pikiranmu mulai melayang. Tanganmu otomatis meraih ponsel di saku, sekadar cek notifikasi. Satu pesan WA, tiga DM Instagram, dan video TikTok yang baru muncul di FYP. Tiba-tiba, waktu berlalu, materi kelas terlewat, dan kamu bahkan nggak sadar sudah kehilangan fokus.

Kalau situasi ini terasa akrab, kamu tidak sendiri. Banyak pelajar zaman sekarang merasa susah banget untuk fokus dalam waktu lama, bahkan ketika sedang mengerjakan hal yang sebenarnya penting. Entah itu belajar, membaca, atau mendengarkan guru. Kita cepat merasa bosan dan mencari sesuatu yang lebih menarik. Ini bukan karena kamu kurang pintar atau malas, bisa jadi kamu sedang mengalami apa yang disebut sebagai overstimulation.

Apa Itu Overstimulation?

Overstimulation atau rangsangan berlebihan, adalah kondisi ketika otak kita menerima terlalu banyak informasi atau rangsangan dalam waktu yang singkat. Ini bisa berasal dari suara, visual, notifikasi, media sosial, atau bahkan tugas sekolah yang numpuk. Ketika otak terus-menerus “diserbu” hal-hal baru, ia jadi lelah lebih cepat. Akibatnya, kita jadi sulit berkonsentrasi, gampang bosan, dan selalu ingin distraksi baru.

Coba ingat berapa kali kamu gonta-ganti aplikasi dalam satu menit? Nonton video TikTok cuma lima detik sebelum swipe ke video lain? Atau buka Instagram pas lagi nonton YouTube? Semua kebiasaan ini membuat otak terbiasa dengan dopamin instan, senyawa kimia yang membuat kita merasa senang dan puas. Tapi efeknya jangka pendek. Setelah dopamin habis, otak merasa bosan dan butuh rangsangan baru lagi.

Zaman dulu, pelajar tidak punya smartphone, media sosial, atau Netflix. Saat bosan, pilihan hiburan sangat terbatas. Otak punya lebih banyak waktu untuk “diam”, berpikir, dan fokus. Sekarang, kita hidup di era digital di mana hiburan dan informasi selalu tersedia 24/7. Tidak ada ruang untuk bosan dan itu masalahnya.

Karena otak terbiasa menerima stimulasi terus-menerus, ia kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam kondisi “tenang”. Jadi, ketika kamu harus mengerjakan PR yang butuh waktu satu jam tanpa hiburan, otakmu mulai memberontak. Kamu merasa gelisah, nggak betah, dan ingin membuka HP. Ini bukan sekadar kurang disiplin, tapi sudah jadi pola kerja otak akibat terlalu sering menerima rangsangan digital.

Dampak Jangka Panjang Overstimulation

Overstimulation bisa berdampak besar, terutama bagi pelajar. Beberapa efeknya yaitu: 

  1. Sulit Fokus dalam Belajar
    Kamu mungkin duduk berjam-jam dengan buku terbuka, tapi otakmu tidak benar-benar memproses informasi. Akibatnya, belajar jadi tidak efektif.

  2. Menurunnya Kemampuan Mengingat
    Saat otak terlalu sibuk pindah-pindah fokus, informasi tidak tersimpan dengan baik. Inilah sebabnya kamu bisa lupa materi walau sudah baca berkali-kali.

  3. Cepat Bosan dan Butuh Hal Ekstrem
    Karena terbiasa dengan hiburan cepat dan intens, hal-hal biasa seperti membaca buku atau mendengarkan ceramah terasa membosankan.

  4. Stres dan Kecemasan
    Otak yang tidak pernah istirahat bisa menyebabkan kelelahan mental. Banyak remaja sekarang merasa cemas tanpa sebab yang jelas—bisa jadi karena overstimulation yang tidak disadari.

Kabar baiknya, kamu bisa melatih otakmu untuk kembali fokus dan “tenang”. Berikut beberapa langkah yang bisa dicoba:

  1. Detoks Digital Harian
    Coba sediakan waktu 30 menit-1 jam setiap hari untuk benar-benar bebas dari layar. Gunakan waktu itu untuk membaca buku fisik, menulis jurnal, atau hanya duduk dan merenung.

  2. Latihan Fokus Bertahap
    Misalnya, gunakan teknik Pomodoro, fokus 25 menit, lalu istirahat 5 menit. Dengan cara ini, otak dilatih untuk bertahan fokus dalam waktu singkat tapi konsisten.

  3. Kurangi Multitasking
    Saat belajar, jangan sambil buka YouTube atau WhatsApp. Tutup semua tab yang tidak penting dan fokus satu tugas dalam satu waktu.

  4. Nikmati Kebosanan
    Kadang, membiarkan diri bosan itu penting. Dari kebosanan, kreativitas justru bisa muncul. Saat tidak ada distraksi, otak punya ruang untuk berpikir lebih dalam.

  5. Tidur Cukup dan Hindari Layar Sebelum Tidur
    Tidur yang cukup dan berkualitas membantu otak “reset”. Jauhkan HP minimal 30 menit sebelum tidur agar otak bisa bersiap untuk istirahat.

Menjadi pelajar di zaman sekarang memang tidak mudah. Kita hidup di tengah dunia yang penuh rangsangan, dan otak kita sedang kewalahan. Tapi dengan memahami bagaimana overstimulation bekerja dan berani mengambil langkah untuk menguranginya, kamu bisa kembali menguasai fokus dan belajar dengan lebih efektif.

Kamu nggak perlu sepenuhnya lepas dari teknologi, yang penting, kamu bisa mengendalikannya, bukan dikendalikan. Mulailah dari hal kecil seperti matikan notifikasi, atur waktu main HP, dan biasakan menikmati ketenangan. Karena di tengah dunia yang bising, kemampuan untuk fokus dan berpikir dalam adalah kekuatan super yang langka.

 

~Afril

Lihat Artikel Lainnya

Scroll to Top
Open chat
1
Ingin tahu lebih banyak tentang program yang ditawarkan Sinotif? Kami siap membantu! Klik tombol di bawah untuk menghubungi kami.