Dalam era digital yang terus berkembang, perubahan gaya hidup generasi muda semakin mencolok, termasuk dalam pola tidur mereka.Â
Salah satu temuan menarik yang mulai mencuat adalah bahwa generasi Z (mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga awal 2010-an) cenderung lebih sering mengalami kesulitan tidur dibanding generasi milenial (kelahiran 1981–1996).Â
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa Gen Z lebih rentan terhadap gangguan tidur?
Mengapa Gen Z Lebih Rentan?
Beberapa survei global, termasuk dari lembaga seperti American Psychological Association dan Sleep Foundation, menunjukkan bahwa lebih dari 70% anggota Gen Z melaporkan kurang tidur atau mengalami insomnia secara berkala.Â
Sebaliknya, persentase pada generasi milenial cenderung lebih rendah, meskipun masih tergolong tinggi.
Faktor stres, kesehatan mental, dan kebiasaan penggunaan teknologi disebut-sebut sebagai penyebab utama.Â
Dalam satu studi di Amerika Serikat, ditemukan bahwa hampir 9 dari 10 Gen Z merasa tertekan oleh masalah seperti masa depan karier, perubahan iklim, hingga tekanan sosial dari media digital.Â
Kombinasi antara kecemasan dan stimulasi berlebihan dari layar perangkat digital membuat otak mereka sulit memasuki fase relaksasi yang diperlukan untuk tidur nyenyak.
Gen Z adalah generasi pertama yang tumbuh besar bersama internet, media sosial, dan smartphone. Ini membuat mereka sangat terampil dalam teknologi, namun juga sangat bergantung padanya.Â
Kebiasaan scrolling media sosial sebelum tidur bahkan hingga larut malam menjadi pola yang umum.
Paparan cahaya biru dari layar ponsel dan laptop menghambat produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Akibatnya, tubuh kesulitan merasakan kantuk, meskipun secara fisik lelah.Â
Tidak jarang, Gen Z menghabiskan waktu di depan layar hingga dini hari, baik untuk belajar, bermain gim, atau hanya sekadar mengecek notifikasi.
Masalah kesehatan mental juga menjadi kontributor besar. Gen Z cenderung lebih terbuka membicarakan isu-isu seperti kecemasan, depresi, dan overthinking, namun hal ini juga menunjukkan tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya.
Sebuah studi oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa lebih dari 40% Gen Z merasa kesehatan mental mereka buruk atau sangat buruk.Â
Tingkat stres yang tinggi menyebabkan meningkatnya hormon kortisol dalam tubuh, yang pada akhirnya memengaruhi kualitas tidur.Â
Mereka yang mengalami kecemasan kronis cenderung memiliki tidur yang tidak nyenyak, terbangun di tengah malam, atau bahkan mengalami mimpi buruk.
Perbedaan dengan Milenial
Meskipun milenial juga tumbuh dengan teknologi, mereka mengalami masa kecil yang relatif lebih bebas dari ketergantungan digital. Banyak dari mereka mengenal dunia sebelum era media sosial, sehingga memiliki pengalaman membentuk kebiasaan tidur yang lebih stabil.
Selain itu, milenial yang kini memasuki usia 30-an ke atas cenderung sudah memiliki pola hidup yang lebih mapan.Â
Banyak dari mereka telah bekerja, menikah, atau memiliki anak, yang mendorong terbentuknya rutinitas yang lebih konsisten, termasuk dalam urusan tidur.
Sebaliknya, Gen Z masih banyak berada dalam fase sekolah atau awal karier, dengan tekanan akademik dan sosial yang tinggi. Kurangnya struktur harian yang tetap juga memicu pola tidur yang tidak menentu.
Dampak Jangka Panjang
Gangguan tidur bukan hanya masalah sepele. Dalam jangka panjang, kurang tidur dapat memengaruhi konsentrasi, daya tahan tubuh, emosi, bahkan kesehatan jantung dan metabolisme.Â
Bagi Gen Z yang sedang berada di usia produktif, kurang tidur bisa menghambat kemampuan belajar, performa kerja, serta hubungan sosial.
Tak hanya itu, tidur yang buruk juga memperparah kondisi mental yang sudah rapuh. Ini menciptakan siklus yang sulit diputus, stres menyebabkan insomnia, lalu kurang tidur memperburuk stres.
Untuk mengatasi fenomena ini, dibutuhkan pendekatan multidimensional, baik dari diri sendiri, keluarga, sekolah, maupun institusi kesehatan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Menerapkan rutinitas tidur yang konsisten: Tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari membantu mengatur ritme sirkadian tubuh.
- Membatasi penggunaan gawai sebelum tidur: Hindari layar minimal satu jam sebelum tidur, atau gunakan mode malam untuk mengurangi paparan cahaya biru.
- Menciptakan lingkungan tidur yang nyaman: Ruangan gelap, tenang, dan sejuk bisa membantu tubuh lebih cepat tertidur.
- Mengelola stres dan kecemasan: Praktik seperti meditasi, journaling, atau konseling dapat membantu menurunkan tingkat stres.
- Meningkatkan kesadaran akan pentingnya tidur: Sekolah dan kampus bisa memberikan edukasi tentang dampak kurang tidur terhadap performa belajar dan kesehatan.
~Afril