Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) bergengsi yang menjadi kampus impian banyak orang. Tak sedikit calon mahasiswa yang belajar mati-matian agar bisa kuliah di sini.
Namun, beberapa waktu belakangan ini, nama baik UGM mulai tercoreng dengan banyaknya masalah yang terjadi. Padahal, kampus ini sempat sangat harum namanya karena memiliki deretan alumni terkenal, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Mahfud MD.
Memangnya, masalah apa saja yang terjadi di UGM sehingga sedikit mencoreng nama baik mereka? Berikut penjelasannya.
Polemik Ijazah Jokowi
Saat masih menjabat sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2024, ia dikenal sebagai salah satu alumni UGM. Namun, di akhir-akhir masa jabatannya, banyak orang yang menyangsikan bahwa dirinya benar pernah berkuliah di universitas tersebut.
Kasus ijazah Jokowi ini semakin disorot publik setelah Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dian Sandi Utama mengunggah foto ijazah S1 Jokowi dari UGM yang disebutnya sebagai ijazah asli.
Foto ijazah tersebut kemudian dianalisa oleh Roy Suryo—yang juga alumni UGM—dan Rismon Sianipar, yang kemudian meragukan keaslian ijazah tersebut. Menanggapi polemik ini, Jokowi menyatakan kesiapannya untuk memperlihatkan ijazah asli jika perkara tersebut berlanjut ke pengadilan.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Wening Udasmoro mengatakan, pihaknya memiliki seluruh dokumen pendukung yang menunjukkan Jokowi merupakan mahasiswa sah di kampus tersebut serta telah lulus secara resmi.
Namun, saat sidang gugatan perdata terkait dengan keaslian ijazah Jokowi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Yogyakarta, pada Kamis, 22 Mei 2025, Rektor UGM Ova Emilia beserta seluruh Wakil Rektor UGM Yogyakarta tidak hadir.
Sementara Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang diwakili Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tiasuma, dan Syukri Fadoli, menuntut pihak kampus mengklarifikasi isu yang beredar sekaligus meminta bukti-bukti ijazah Jokowi di kampus itu.
Mosi Tidak Percaya BEM UGM kepada Rektor
Mengenai kasus ijazah Jokowi ini, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menilai UGM, khususnya Rektor UGM Ova Emilia, telah turut berperan dalam membesarkan kekuasaan sang mantan presiden saat masih menjabat.
Pada 23 Mei 2025, BEM KM UGM secara resmi mengumumkan mosi tidak percaya kepada rektor mereka. Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, menjelaskan bahwa langkah ini diambil karena kondisi sosial dan politik Indonesia yang dinilai tengah berada dalam situasi genting.
Ia menyatakan mosi itu juga wujud kekecewaan BEM kepada Rektor UGM yang dianggap berdalih karena enggan mengakomodasi tuntutan mahasiswa dan sikap kampus yang dianggap kurang tegas dalam merespons perkembangan politik nasional.
BEM UGM menuntut agar rektor secara terbuka menyatakan mosi tidak percaya terhadap institusi negara tertentu. Menurut mereka, upaya kampus dalam menggelar diskusi akademik saja tidak memadai untuk menghadapi kompleksitas masalah yang ada.
Tiyo mengatakan bahwa kegiatan diskusi yang mengkritik realitas politik hari ini, tidak lebih dari sebuah akrobat dalam panggung media. Sementara ketidakadilan dan penindasan terus tetap terjadi di mana-mana, bahkan di dalam kampus UGM sendiri.
Kasus Kekerasan Seksual Guru Besar UGM
Tak hanya masalah politik, nama baik UGM juga tercoreng akibat salah satu Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) bernama Edy Meiyanto yang terjerat kasus kekerasan seksual.
Menurut Sekretaris UGM Andi Sandi, kasus kekerasan seksual tersebut sudah terjadi sejak 2023, tapi baru dilaporkan secara resmi pada 2024. Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) kemudian melakukan pemeriksaan terhadap laporan tersebut.
Hasil investigasi Satgas PPKS UGM mengungkap bahwa dugaan kekerasan seksual dilakukan Edy di luar lingkungan kampus. Modus yang digunakan berupa ajakan berdiskusi dan bimbingan akademik di luar kampus untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti.
Sebagai tindak lanjut dari kejahatan seksual yang dilakukannya, Edy Meiyanto telah dicopot dari seluruh kegiatan tridharma perguruan tinggi dan juga diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana dan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi.
Kasus Penabrakan Mahasiswa UGM
Salah satu kasus terbaru yang melibatkan UGM adalah penabrakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Argo Ericko Achfandi oleh mobil BMW di kawasan Sleman, Yogyakarta.
Mahasiswa angkatan 2024 tersebut mengalami luka parah pada bagian kepala dan dinyatakan meninggal di tempat kejadian. Pelaku penabrakan kemudian diketahui bernama Christianto Pangarapenta Pengidahen Tarigan, yang juga mahasiswa UGM di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Kasus tersebut sempat sulit mendapatkan keadilan karena pihak keluarga pelaku berasal dari orang yang memiliki kekuasaan sehingga dikabarkan sempat menghalang-halangi proses penyelidikan. Kemarahan rekan-rekan mahasiswa UGM akibat hal ini menimbulkan tagar #JusticeForArgo ramai di media sosial.
Meski pihak UGM sempat tidak mau ikut campur terhadap kasus ini, tetapi pihak FH UGM akhirnya membentuk tim untuk mengawal proses hukum perkara tewasnya mahasiswa mereka. Wakil Dekan FH UGM, Heribertus Jaka Triyana menyebut pembentukan tim kuasa hukum ini didasarkan atas inisiatif pimpinan fakultas.
Saat ini Christianto telah ditetapkan sebagai tersangka usai Kepolisian Resor Sleman melakukan serangkaian penyidikan, olah tempat kejadian perkara (TKP), hingga gelar perkara.
Meskipun dengan berbagai masalahnya, UGM tetap menjadi salah satu PTN favorit para calon mahasiswa. Bahkan, UGM meraih peringkat 1 di Indonesia dan Asia Tenggara pada kategori Good Governance QS World University Ranking: Sustainability 2025.
Semoga saja berbagai kasus yang terjadi di UGM bisa selesai dengan baik sehingga nama baik UGM bisa kembali.
~Febria