Universitas Indonesia (UI) menjadi salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) bergengsi di Indonesia. Bayangkan betapa bangganya anak yang berhasil diwisuda dari universitas ini.
Namun, tahun ini banyak wisudawan UI yang merasa kecewa dengan acara wisuda yang diselenggarakan. Mulai dari aturan pakaian yang katanya “dilarang” memakai kebaya, rektor yang diteriaki “Zionis”, sampai wisudawan dilarang membawa atribut berwarna pink dan hijau.
Mengapa bisa begitu?
Prosesi Wisuda UI Memang Beda dari Kampus Lain
Kalau biasanya acara wisuda itu sederhana, dengan salah satu acara utamanya adalah para wisudawan dipanggil ke panggung satu per satu, dpindahkan tali toganya, dan difoto, tetapi di UI sistemnya berbeda.
UI menggelar acara wisuda selama tiga hari dan dibagi per sesi, dengan alasan agar tidak terlalu padat. Namun banyak orang tua merasa suasana jadi kurang khidmat.
Apalagi tempat duduknya juga terbalik, yaitu wisudawan duduk di tribun atas, sedangkan orang tua justru berada di area utama. Ini membuat banyak para wisudawan merasa seperti “penonton”, padahal itu acaranya mereka.
Lalu, tidak semua wisudawan dipanggil ke panggung. Hanya beberapa dengan IPK tertinggi yang maju menerima simbol wisuda. Sementara yang lain cukup berdiri dari tempat duduk saat namanya disebut.
Karena formatnya dianggap terlalu “formal dan kurang personal”, sejumlah mahasiswa dan orang tua menyampaikan keluhan secara terbuka di media kampus seperti Suara Mahasiswa UI.
Soal Kebaya: Dilarang atau Salah Paham?
Isu yang sempat ramai di media sosial adalah “UI melarang wisudawan pakai kebaya”. Setelah ditelusuri, ternyata tidak ada larangan resmi tertulis dalam panduan wisuda. Namun, yang ada adalah:
- Pakaian harus rapi, sopan, dan nyaman untuk naik-turun tangga.
- Tidak boleh ada tulisan atau simbol di kebaya, selendang, atau toga.
Jadi, sebenarnya bukan kebayanya yang dilarang, tetapi adalah atribut tambahan yang berbau protes atau kampanye. Namun, karena penyampaiannya kurang jelas, banyak yang salah paham dan mengira pakaian tradisional dilarang total.
Sorakan “Zionis!” ke Rektor UI
Puncak kehebohan terjadi saat Rektor UI memberikan sambutan. Di tengah pidato soal “Dana Abadi UI”, sekelompok wisudawan tiba-tiba meneriakkan, “Zionis! Zionis!”
Mengapa mereka marah? Ternyata ada dua penyebab utamanya. Pertama, rektor dianggap “minta donasi” kepada para wisudawan dan orang tua. Kedua, UI sebelumnya disebut mengundang pembicara asing yang disebut pro-Israel, yaitu Peter Berkowitz, tetapi akhirnya dibatalkan.
Pihak UI kemudian menjelaskan bahwa seruan tentang Dana Abadi hanya untuk edukasi, bukan langsung meminta dana. Mereka juga meminta maaf atas undangan pembicara asing yang ternyata punya rekam jejak kontroversial.
Aksi Kain Hijau, Pink, dan Biru sebagai Bentuk “Diam tapi Berisik”
Karena poster dan spanduk dilarang di acara wisuda, para wisudawan akhirnya mencari cara lain menyampaikan pesan. Mereka membawa kain polos berwarna hijau dan pink, dan biru, yang diselipkan di lengan atau toga.
Warna-warna ini sebelumnya dikenal dalam gerakan sosial, yaitu:
- Hijau = Solidaritas
- Pink = Keberanian
- Biru = Perlawanan Demokratis
Menariknya, Rektor UI justru mengapresiasi aksi ini, menyebutnya sebagai bentuk ekspresi mahasiswa yang elegan dan damai.
Pelajaran untuk Orang Tua dan Calon Mahasiswa
Dari kasus Wisuda UI ini, ada beberapa hal yang bisa kita tarik:
- Dunia kampus bukan hanya soal belajar, tetapi juga belajar bersuara dan berpikir kritis.
- Orang tua perlu aktif bertanya dan memahami aturan kampus, jangan hanya mengandalkan info dari media sosial.
Pada akhirnya, wisuda tetaplah momen bahagia. Namun, bagi generasi sekarang, bahagia saja tidak cukup karena mereka ingin hari penting tersebut juga memiliki makna.
~Febria