Meskipun kecerdasan akademis penting, tetapi membesarkan anak yang cerdas secara emosional adalah salah satu tugas paling penting yang dapat dilakukan orang tua.
Kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan anak untuk memahami, menafsirkan, mengekspresikan, dan mengelola emosinya.
Selain itu, anak dengan EQ tinggi juga mampu menavigasi hubungan interpersonal dengan kesadaran, empati, dan penghargaan terhadap pengalaman emosional orang lain.
Memiliki EQ tinggi memungkinkan anak mengembangkan empati, mengatur emosi, dan mengembangkan keterampilan sosial yang akan membantunya menjalani kehidupan.
Manfaat Membesarkan Anak yang Cerdas secara Emosional
Selama beberapa dekade terakhir, penelitian menemukan bahwa kecerdasan emosional memberikan berbagai manfaat yang akan berguna bagi anak sepanjang hidupnya. Sebaliknya, memiliki EQ yang rendah dapat menimbulkan tantangan di kemudian hari.
Berikut ini adalah manfaat anak memiliki kecerdasan emosional.
- EQ tinggi berkaitan dengan IQ yang tinggi. Beberapa orang yang telah diidentifikasi sebagai anak berbakat, cenderung mendapat nilai lebih tinggi dalam evaluasi kecerdasan emosional.
- Hubungan yang lebih baik. Keterampilan kecerdasan emosional membantu anak mengelola konflik dan memperkuat kemampuannya untuk mengembangkan persahabatan yang lebih dalam.
- EQ masa kanak-kanak berkaitan dengan kesuksesan lebih tinggi saat dewasa. Sebuah penelitian selama 19 tahun yang diterbitkan dalam American Journal of Public Health menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional anak di taman kanak-kanak dapat memprediksi kesuksesan seumur hidup.
- Peningkatan kesehatan mental. Penelitian menemukan bahwa memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih tinggi menawarkan perlindungan terhadap gangguan mental seperti depresi.
Tips Membantu Anak Membangun Kecerdasan Emosional
- Bantu Anak Menyadari Emosinya
Doronglah anak untuk membicarakan perasaan yang muncul. Mintalah anak menyebutkan nama emosinya, seperti “marah”, ‘sedih’, “cemburu”. Kemudian tanyakan, “Mengapa kamu merasa seperti ini?”
Orang tua dapat melakukan hal yang sama ketika anak memiliki pengalaman positif. Jika anak berhasil mengerjakan PR sendiri atau tugas rumah tangga saat membantu orang tua, tanyakan, “Bagaimana perasaan kamu? Mengapa kamu merasa seperti itu?”
- Berlatih Membaca Emosi Orang Lain
Menonton TV bisa menjadi cara yang bagus untuk melatih hal ini. Saat menonton tayangan favoritnya, cobalah untuk menebak perasaan karakter yang dilihatnya. Bicarakan tentang bagaimana bahasa tubuh dan ekspresi wajah dapat menjadi petunjuk.
- Renungkan Reaksi Anak di Masa Lalu
Luangkan waktu untuk melihat kembali situasi tertentu dan bicarakan tentang bagaimana anak merespons.
Tawarkan pujian jika anak bereaksi dengan cara yang konstruktif. Misalnya, saat anak merasa frustrasi dengan PR matematika dan bukannya marah, dia justru meminta bantuan orang tuanya.
Jika anak memberikan reaksi yang negatif, seperti melempar buku matematika ke lantai, bicarakan mengenai reaksi lain yang lebih baik dilakukannya.
- Ciptakan Strategi Baru
Gunakan situasi sulit sebagai kesempatan belajar. Bicarakan tentang apa yang dapat dilakukan anak ketika dia merasa kesulitan atau menghadapi tantangan.
Misalnya, daripada berteriak pada saudara kandung atau temannya, apa yang dapat dilakukannya ketika orang lain merebut mainannya atau melakukan sesuatu yang membuatnya terganggu?
- Temukan Cara untuk Membantu Orang Lain
Bekerja sama untuk membantu orang lain dapat membantu anak membangun empati. Bergabunglah dengan kegiatan amal dengan menjadi sukarelawan. Selain itu, orang tua juga bisa mengajak anak mengantarkan paket bantuan kepada orang yang membutuhkan.
Memelihara hewan juga bisa menjadi pertimbangan. Mengajak bermain atau memberi makan tepat waktu dapat membantu menjadi pengingat bagi anak bahwa kebutuhan dirinya tidak selalu menjadi yang utama.
Lakukan 5 Langkah Pembinaan Emosi Ini
Berikut adalah lima langkah yang bisa dilakukan orang tua untuk membina emosi anak.
Langkah 1: Sadari Emosi Anak
Orang tua yang melatih emosi akan lebih menyadari perasaan sendiri dan peka terhadap emosi yang ada pada anak-anak. Jangan mengharuskan anak untuk meningkatkan ekspresi emosionalnya agar perasaannya diakui.
Langkah 2: Jadikan Emosi Kesempatan untuk Menjalin Hubungan dan Pengajaran
Emosi anak bukanlah sebuah ketidaknyamanan atau tantangan. Jadikan emosi sebagai kesempatan untuk terhubung dengan anak dan melatihnya melalui perasaan yang menantang.
Langkah 3: Dengarkan dan Validasi Perasaan Anak
Berikan anak perhatian penuh saat mendengarkan ekspresi emosinya. Refleksikan kembali apa yang didengar, lalu katakan pada anak bahwa orang tua memahami apa yang dilihat dan dialaminya.
Langkah 4: Beri Label pada Emosi Anak
Setelah mendengarkan sepenuhnya, bantu anak mengembangkan kesadaran dan kosakata untuk ekspresi emosional yang dirasakannya tersebut.
Langkah 5: Bantu Anak Memecahkan Masalah
Beri pengertian pada anak bahwa meski semua emosi dapat diterima, tetapi tidak dengan semua perilaku.
Bantu anak mengatasi emosinya dengan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Batasi ekspresi pada perilaku yang sesuai dengan emosi yang dirasakannya.
Ini akan membantu anak menetapkan tujuan dan menghasilkan solusi untuk mengatasi emosinya.
Gunakan kesalahan anak sebagai kesempatan untuk tumbuh lebih baik. Ketika dia bertingkah karena marah, luangkan waktu untuk merenungkan dan membicarakan tentang apa yang dapat dilakukannya agar merasa lebih baik.
Dengan dukungan dan bimbingan dari orang tua, anak dapat mengembangkan kecerdasan emosional dan kekuatan mental yang diperlukan untuk mempertahankan hubungan yang sehat dan berkembang sepanjang hidupnya.
~Febria