Pengaruh Emosi Orang Tua terhadap Tumbuh Kembang Anak
PADA dasarnya ketika anak memasuki usia sekolah, mereka akan sangat banyak belajar tentang hal-hal yang konkret. Baik dalam perkembangan kognitif, bahasa, emosi, dll. Karena mereka sudah melewati fase pra-operasional, yang mana daya pikir anak masih bersifat suka menghayal, sedangkan pada usia SD hingga SMP daya pikir anak mulai berkembang ke arah yang lebih konkret atau nyata. Apalagi ketika anak sudah memasuki usia SMA. Anak-anak mulai belajar untuk mengontrol emosi, di mana pengontrolan emosi ini mereka pelajari dengan cara meniru atau dengan pembiasaan. Otomatis hal ini sangat berkaitan dengan orangtua dan lingkungan keluarganya sebagai komunitas pertama dalam hidup mereka.
Jika dalam pembelajaran mengendalikan emosi orangtua cenderung stabil, bisa dipastikan perkembangan emosi anak juga akan stabil. Tetapi sebaliknya yang akan terjadi pada anak jika dalam pembelajaran mengendalikan emosi orangtua cenderung agresif, ekspresif, apalagi meledak.
Adakah Hubungannya dengan Pendidikan Anak?
Secara tidak langsung, pengontrolan emosi orangtua juga berhubungan dengan mentalitas anak. Orang tua yang meledak-ledak karena tidak bisa mengontrol emosi akan mengakibatkan orang terdekatnya menerima dampak. Dalam kasus ini, anak adalah salah satunya. Khusus untuk anak usia balita, dia akan sangat belajar dari bagaimana orang tuanya, dengan cara melihat dan meniru. Itu baru secara tindakan. Lalu bagaimana dengan psikologisnya? Anak pastinya akan mengalami hal-hal yang kurang baik untuk perkembangan psikologi mereka. Maka dari itu, sebaiknya orangtua harus mempunyai kepedulian yang tinggi dalam menyikapi emosi demi perkembangan dan pertumbuhan anak yang sesuai harapan. Selalu berusaha menciptakan suasana yang nyaman dan tidak memperlihatkan ledakan emosi, baik itu di dekat maupun jauh dari anak. Serta selalu bersikap lembut dan tidak judes. Jika cobaan datang dari anak, sikapilah dengan hal yang tidak berlebihan.
Mana yang Lebih Baik, Menahan Emosi atau Melepaskannya?
Kebiasaan memendam emosi tidak akan membuat emosi itu hilang, justru malah akan membuat emosi tersebut tinggal di tubuh Anda. Alih-alih membuat lega, memendam emosi justru akan membuat Anda merasa lebih terbebani. Tapi melampiaskan juga kadang tidak baik kecuali untuk beberapa cara yang akhir-akhi ini ditemukan secara kreatif oleh orang-orang. Cara-cara yang biasa digunakan beberapa di antaranya adalah
- Masuk kamar mandi misalnya, lalu berteriak di dalam air
- Pergi menjauh ke tempat sepi, lalu menangis sejadi-jadinya
- Membanting sesuatu, ini sempat populer
Dan semua hal di atas sebenarnya kita bisa bilang tidak ada pengaruhnya langsung ke anak atau keluarga. Lalu, manakah yang lebih baik, belajar menahan atau belajar melepaskan?
Beberapa tahun ke belakang, populer sebuah metode yang disebut dengan TRE (Tension or Trauma Release Exercises). TRE hadir sebagai wadah pemulihan yang bertujuan untuk melepaskan ketegangan, stres, dan trauma melalui kecerdasan tubuh. Berbeda dengan konsultasi psikologis, TRE tidak memerlukan proses bercerita dalam penyembuhannya. Dengan latihan secara rutin, metode ini dapat melepaskan ketegangan tubuh akibat tekanan, situasi sulit, stres, ataupun pengalaman traumatis. Metode ini menggunakan getaran di tubuh sebagai media pengikisan hal-hal yang bersifat traumatis seperti disebutkan di atas. Jadi intinya, menurut metode ini, bukan diredam, ditahan, atau dilepaskan, melainkan dikikis sedikit demi sedikit hingga efeknya tidak lagi mempengaruhi kondisi psikis maupun fisik orang.