Minyak Bumi

Minyak Bumi

Proses Terbentuknya Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan cairan campuran kompleks berwarna coklat gelap yang mudah terbakar, tersusun sebagian besar oleh hidrokarbon yang terdapat pada suatu lapisan di kerak bumi. Minyak bumi terbentuk dari jutaan tahun lalu dari fosil tumbuhan dan hewan yang mati dan terurai di dasar laut kemudian tertimpa lumpur yang berubah menjadi batuan akibat tekanan dan temperatur tinggi. Fosil tersebut karena adanya tekanan dan gaya endogen dalam batuan kemudian berubah menjadi minyak dan gas. Minyak bumi tersusun dari berbagai senyawa, penyusun utamanya adalah  hidrokarbon yaitu alkana, sikloalkana dan senyawa aromatis. Komponen selengkapnya pada tabel berikut ini :

Jenis Senyawa

Jumlah (Persentase)

Contoh

Hidrokarbon

90 - 99 %

Alkana, sikloalkana dan aromatis

Senyawa Belerang

0,1 - 7 %

Tioalkana ( R - S - R)

Alkanatiol ( R - S - H)

Senyawa Nitrogen

0,01 - 0,9

Pirol ( C4H5N)

Senyawa oksigen

0,01 - 0,4 %

asam karboksilat (RCOOH)

Organo logam

sangat kecil

senyawa logam Nikel

Minyak bumi dari hasil pengeboran disebut dengan minyak mentah. Wujudnya seperti lumpur kental dan berisi campuran dari berbagai jenis senyawa. Untuk dapat dimanfaatkan harus melalui proses pemisahan dan pemurnian (refiny)

Pengolahan Minyak Bumi

Minyak mentah (crude oil) merupakan cairan berwarna hitam kental yang belum dapat dimanfaatkan, agar dapat dimanfaatkan minyak mentah harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan minyak bumi dilakukan pada kilang minyak melalui dua tahap. Tahap pertama (primary processing) dilakukan dengan cara destilasi bertingkat dan tahap dua dilakukan dengan berbagai cara. Berikut ini adalah proses pengilangan minyak bumi agar menghasilkan produk yang komersial. 

Tahap pertama yaitu destilasi bertingkat minyak bumi. Destilasi adalah proses pemisahan campuran berdasarkan titik didihnya dimana untuk hidrokarbon C1-C4 titik didih nya kurang dari 40 ? akan menghasilkan bahan bakar gas (LPG). Hidrokarbon dengan C5-C9 titik didihnya 40-100 ? akan menghasilkan bahan bakar kendaraan (bensin) dan seterusnya semakin banyak rantai karbon nya semakin tinggi titik didihnya. Hasil terakhir dari destilasi bertingkat adalah residu yang memiliki rantai karbon lebih dari C40 dengan titik didih lebih dari 600 ? yang dimanfaatkan untuk pembuatan aspal pelapis jalan. Pengolahan lanjutan setelah proses destilasi bertingkat ada reaksi penyederhanaan senyawa karbon (cracking), proses ekstraksi, proses kristalisasi, dan pembersihan dari kontaminasi (treating). 

Mutu Bahan Bakar Bensin

Mutu Bahan Bakar bensin ditentukan oleh efektifitas pembakarannya didalam mesin. Bahan bakar yang baik bila di dalam mesin tidak menimbulkan ketukan “knocking “.  Ketukan pada mesin terjadi bila bensin terbakar tidak pada saat yang tepat, sehingga akan mengganggu gerakan piston pada mesin dan berpotensi dapat merusak komponen mesin. Mutu bensin dinyatakan dalam angka RON (Research Octane Number) yang ditentukan dengan menjalankan bahan bakar dalam mesin uji dengan rasio kompresi di bawah kondisi terkontrol, dan membandingkan hasilnya dengan bahan bakar (bensin) standar. 

Bensin standar “ merupakan campuran senyawa “ n-heptana “  dan “ isooktana  atau 2,2,4, trimetil pentana”. Bensin standar yang mengandung  100%  isooktana diberi angka oktan 100. Bensin standar yang mengandung 100% n-heptana diberi angka oktan 0.  Bensin standar  yang mengandung 60% iso oktana dan 40% n-heptana  maka diberi angka oktan 60. Bensin jenis Pertalite mempunyai angka oktan RON 90 artinya hasil uji rasio kompresi setara dengan bensin standar yang mengandung 90% iso-oktana dan 10% n-heptana.  

Gambar struktur isooktana (2,2,4 trimetil pentana)

Gambar struktur n-heptana

Pada umumnya bensin yang dihasilkan dari proses penyulingan tahap pertama mempunyai angka oktan antara 70 – 80, untuk itu perlu dinaikkan angka oktannya agar tidak menyebabkan mesin mudah aus. Untuk menaikkan angka oktan dapat dilakukan dengan menambahkan zat aditif misalnya MTBE(metil tersier butil eter), ETBE (etil tersier butil eter), iso-oktana dan toluen. Sebelum 1970 yang banyak digunakan untuk menaikkan angka oktan adalah tetra etil timbal atau TEL (tetra etil lead), Pb(C2H5)4   tetapi ternyata partikel timbal yang masuk ke dalam tubuh dari sisa pembakaran bahan bakar dapat menyebabkan kerusakan otak dan syaraf, sehingga sejak tahun 1970-an dilarang digunakan.

Gambar MTBE (metil tersier butil eter)

Gambar ETBE (etil tersier butil eter)

Standar terkait dengan mutu bahan bakar diesel (solar) adalah angka setana atau Cetan Number  disingkat CN. Angka Cetane (CN) bahan bakar ditentukan dengan mencari campuran setana atau n-heksadekana (C16H34) dan isoketan atau 2,2,4,4,6,8,8-heptametil-nonana dengan waktu tunda pengapian yang sama. Setana memiliki CN 100, sedangkan untuk isocetane mempunyai CN 15. Solar Pertamina Dex mempunyai CN 53 dan Dexlite mempunyai CN 51.

Gambar isosetana (2,2,4,4,6,8,8-heptametil-nonana)

Dampak Pembakaran Bahan Bakar

Kebutuhan energi di dunia masih banyak bergantung pada bahan bakar minyak, terutama untuk kebutuhan industri, transportasi dan rumah tangga.  Penggunaan bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) akan menghasilkan sisa pembakaran yang dapat menimbulkan masalah lingkungan. Untuk mengurangi dampak dari pembakaran bahan bakar dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

  1. Memproduksi bensin bebas timbal (Pb).
  2. Memproduksi bioetanol sebagai pengganti bensin.
  3. Memproduksi biodiesel sebagai pengganti solar.
  4. Mengembangkan mobil listrik.
  5. Mengembangkan mobil hibrida. ~Aas