Meski Maksudnya Baik, Helicopter Parenting Bisa Berdampak Buruk pada Anak

Meski Maksudnya Baik, Helicopter Parenting Bisa Berdampak Buruk pada Anak

Ada beragam gaya pengasuhan anak, salah satunya adalah helicopter parenting. Istilah ini pertama kali digunakan dalam buku “Between Parent and Teenager” karya Dr. Haim Ginott pada 1969 oleh para remaja yang mengatakan bahwa orang tua mereka melayang di atas seperti helikopter.

Helicopter parenting mengacu pada gaya pengasuhan yang membuat orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anaknya. Fokus mereka yang intens dapat berdampak negatif pada kesehatan mental anak, citra diri, keterampilan mengatasi masalah, dan banyak lagi.

Ann Dunnewold, Ph.D., seorang psikolog berlisensi, mengatakan, “Pola asuh ini berarti terlibat dalam kehidupan seorang anak dengan cara yang terlalu mengontrol, terlalu melindungi, dan terlalu menyempurnakan, dengan cara yang melebihi pola asuh yang bertanggung jawab.

Contoh Helicopter Parenting

Meski pola asuh ini bisa diterapkan pada usia berapa pun, tetapi paling sering diterapkan pada orang tua yang membantu siswa usia sekolah menengah atau perguruan tinggi dengan tugas-tugas yang sebenarnya mampu dilakukan sendiri oleh anak.

Pada masa balita, orang tua helikopter mungkin terus-menerus membayangi anak tersebut, selalu bermain bersama dan mengarahkan perilakunya sehingga tidak memberinya waktu sendirian,” kata Dr. Ann.

Di sekolah dasar, orang tua helikopter selalu memastikan anak mendapatkan guru atau pelatih tertentu, memilih teman dan aktivitas anak, dan bahkan memberikan bantuan yang tidak proporsional dalam pekerjaan rumah dan proyek sekolah.


sumber: https://images.hindustantimes.com/

Mengapa Orang Tua Melakukan Helicopter Parenting?

1. Memberi Anak Masa Kecil yang Bahagia

Michelle M. Reynolds, PhD, psikolog klinis, berpendapat bahwa salah satu alasan utama pola asuh ini adalah keinginan sederhana untuk memberi anak-anak masa kecil yang berbeda dari apa yang dialami orang tua.

Jika orang tua memiliki masa kecil yang sulit, mereka mungkin ingin melakukan koreksi ketika memiliki anak sendiri.

2. Tekanan Sosial untuk Sukses

Analisis perilaku bersertifikat Holly Blanc Moses, MS, mencatat bahwa beberapa orang tua menerapkan gaya pengasuhan ini karena merasakan tekanan untuk sukses sebagai orang tua. Karena tekanan ini, mereka menaruh terlalu banyak ekspektasi pada anak.

3. Ingin Membantu

Keinginan untuk merasa dibutuhkan dapat menyebabkan orang tua merasa kesulitan membiarkan anak bergerak menuju kemandirian. Ada juga beberapa orang tua yang sangat khawatir jika anaknya terluka, baik secara emosional maupun fisik.

Bahkan, ada orang tua yang percaya bahwa tidak pernah mengalami kegagalan atau kekecewaan lebih baik daripada benar-benar menjalani pengalaman hidup tersebut.

Dampak Buruk Helicopter Parenting

Banyak orang tua helikopter memulai dengan niat baik. Masalahnya adalah ketika mengasuh anak sudah diatur oleh rasa takut dan selalu mengambil keputusan untuknya, anak jadi sulit mandiri ketika tidak ada orang tua yang membimbingnya.

Dampak dari helicopter parenting ada banyak, tetapi ini beberapa konsekuensi terburuknya.

1. Menurunnya Rasa Percaya Diri dan Harga Diri

Dr. Ann bilang. “Pesan mendasar dari keterlibatan berlebihan [orang tua] kepada anak-anak adalah 'orang tua tidak mempercayai saya untuk melakukan ini sendirian'’.” Pesan ini, pada gilirannya, menyebabkan kurangnya rasa percaya diri pada anak.”

2. Keterampilan Koping yang Sulit Berkembang

Jika orang tua selalu ada untuk membereskan kekacauan anak—atau mencegahnya sejak awal—bagaimana anak bisa belajar mengatasi kekecewaan, kehilangan, atau kegagalan? Akibatnya, pola asuh helikopter ini dapat menimbulkan perilaku maladaptif.

Penelitian pada 2018 menemukan bahwa orang tua yang terlalu mengontrol dapat mengganggu kemampuan anak dalam mengatur emosi dan perilaku.

Sementara penelitian lain menemukan bahwa anak-anak yang mengalami pola asuh ini memiliki rasa percaya diri dan impulsif yang berlebihan.

3. Meningkatnya Kecemasan

Sebuah studi di 2014 yang diterbitkan dalam Journal of Child and Family Studies menemukan bahwa pola asuh yang berlebihan dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan depresi anak yang lebih tinggi.

Para peneliti menemukan hal yang sama juga terjadi pada mahasiswa yang orang tuanya terlalu terlibat.

4. Keterampilan Hidup yang Belum Berkembang

Orang tua yang selalu mengikat sepatu, membersihkan piring, mengemas bekal makan siang, mencuci pakaian, dan memantau kemajuan sekolahnya,  mencegah anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan ini.

5. Menghambat Keterampilan Pemecahan Masalah

Anak-anak dari segala usia membutuhkan keterampilan pemecahan masalah. Baik anak 5 tahun yang belajar mengucapkan kata-kata dengan benar atau anak 25 tahun yang tidak dapat menemukan pekerjaan.

Helicopter parenting akan menghambat anak-anak untuk mengetahui cara mengatasi masalahnya sendiri dan secara proaktif menyelesaikannya sendiri.

6. Menyebabkan Ketergantungan pada Orang Tua

Orang tua helikopter melakukan banyak hal untuk anak-anaknya sehingga membuat mereka terlalu bergantung. Padahal, orang tua harus membantu anak belajar bagaimana bertahan hidup dan berkembang tanpa mereka.

7. Berdampak pada Hubungan Orang Tua-Anak

Meskipun pola asuh helikopter biasanya dilakukan karena cinta, gaya pengasuhan ini dapat mengganggu hubungan orang tua-anak.

Jika anak merasa orang tua terus-menerus "mengomelinya" untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya, membuat keputusan untuknya, atau memeriksa setiap gerakannya, kecil kemungkinan dia akan merasa positif terhadap interaksi tersebut.

Melakukan hal tersebut justru akan menjauhkan anak dan membuat mereka bertanya-tanya apakah Anda mempercayai penilaian dan kemampuannya.

Jadi, bagaimana orang tua dapat merawat anak-anak tanpa menghambat kemampuan mereka untuk mempelajari keterampilan hidup yang penting?

Deborah Gilboa, M.D. mengatakan untuk membiarkan mereka berjuang, kecewa, dan mengatasi kegagalan, bukan dengan helicopter parenting. ~Febria