Anak Stres Menghadapi Ujian Masuk PTN? Ini yang Bisa Dilakukan Orang Tua!
Masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tidak mudah. Anak bahkan harus bersaing dengan ratusan ribu anak SMA lain yang juga ingin masuk ke jurusan dan universitas sama yang menjadi impiannya.
Ini tentu saja bisa membuat anak stres, yang sebenarnya sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Meskipun beberapa stres dapat membantu memotivasi anak untuk menyelesaikan pekerjaan, tetapi terlalu banyak stres dapat membuatnya kewalahan dan menyebabkan masalah pada kesehatan, tidur, dan fungsi otaknya.
Itulah sebabnya orang tua harus turun tangan jika anak sudah terlihat sangat stres menghadapi ujian untuk masuk ke PTN tujuannya.
Tanda-Tanda Stres pada Anak SMA
Meski mungkin hampir semua anak yang sudah menginjak bangku SMA merasa stres, tetapi orang tua mungkin tidak mengenali gejalanya.
Faktanya, banyak gejala stres yang mungkin dianggap normal bagi remaja yang juga mengalami perubahan hormon dan fisik secara alami. Jadi, penting untuk memertimbangkan apakah perubahan perilaku anak dapat dikaitkan dengan peristiwa eksternal.
Tanda-tanda stres anak SMA bisa meliputi:
-
Merasa lebih gelisah, cemas, pemarah, atau depresi
-
Lebih sering jatuh sakit, sakit kepala, sakit perut, atau sakit dan nyeri lainnya
-
Merasa lebih lelah dari biasanya
-
Tidak bisa tidur atau terlalu banyak tidur
-
Melewatkan makan atau makan berlebihan
-
Mengabaikan tugas atau hobi
-
Kesulitan berkonsentrasi dan mudah lupa
-
Tekanan darah tinggi
Menurut survei American Psychological Association (APA) pada 2017, gejala stres yang paling umum di kalangan remaja adalah insomnia, makan berlebihan atau makan makanan yang tidak sehat, melewatkan waktu makan, merasa marah, gugup, atau cemas, kelelahan, bahkan sering bertengkar dengan teman.
Cara Orang Tua Mengatasi Stres Anak SMA
Bantu anak remaja untuk mengelola stres di sekolah dengan lebih baik, terutama menjelang masa ujian untuk masuk PTN. Berikut adalah 6 cara yang dapat dilakukan oleh orang tua.
1. Pahami Perbedaan antara Stres dan Kecemasan
Kavita Ajmere, Ph.D., psikolog di Harvard-Westlake, sekolah persiapan perguruan tinggi swasta di Los Angeles, mengatakan bahwa penting untuk membuat perbedaan antara stres dan kecemasan karena keduanya sering disamakan.
“Kecemasan klinis secara kualitatif berbeda dengan stres. Pelajar bisa menghadapi berbagai macam pemicu stres, tetapi tidak semuanya menderita kecemasan.”
Bagi banyak pelajar, stres yang dialami adalah hal yang normal dan sehat.
“Ketika stres memberi jalan bagi pertumbuhan, itu adalah hal yang baik, Anak menjadi lebih kuat dalam mengangkat beban yang tidak nyaman,” kata Lisa Damour, seorang psikolog klinis.
Namun, jika anak merasa kewalahan setiap hari dan pemicu stres menghambat kemampuannya untuk mengatasinya, itu sudah tidak sehat lagi.
2. Pastikan Anak Makan, Berolahraga, dan Tidur
Meski sepertinya mudah dilakukan, tetapi kebanyakan remaja tidak menjaga diri sendiri dengan cara-cara sederhana ini. Lisa menyebut tidur sebagai “obat mujarab” pada anak dan remaja seharusnya tidur selama sembilan jam dalam semalam.
“Kurang dari itu, anak akan menjadi lebih stres, lebih reaktif, dan lebih sedih,” katanya.
Bahkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa remaja yang kurang tidur memiliki risiko lebih besar untuk mengalami depresi dan bunuh diri.
Disebutkan bahwa setiap jam tidur yang hilang pada remaja, dikaitkan dengan peningkatan 38% persen perasaan sedih dan putus asa.
3. Kenali Tanda-Tanda Masalah Kesehatan Mental yang Serius
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan: Jika anak menjadi pendiam atau anti sosial, mengalami penurunan nilai, serangan panik atau sakit perut yang terus-menerus, atau berhenti melakukan sesuatu yang dulu disukai, ini menjadi tanda bahaya.
Selain anak menjadi tampak tertekan atau lesu atau beralih ke tindakan yang merusak diri sendiri untuk mengatasinya, seperti makan terlalu banyak atau malah tidak makan, maka mulailah melakukan intervensi.
“Jika anak mengalami minggu yang buruk, itu bagian normal dari menjadi remaja. Namun, jika dia mengalami stres dan kecemasan yang terus-menerus selama beberapa minggu berturut-turut tidak tidur atau menangis, itu mengkhawatirkan,” jelas Lisa.
Jika orang tua mulai mengkhawatirkan anaknya, langsung cari nasihat profesional.
4. Lakukan Hal-Hal Kecil yang Berarti untuk Anak
Denise Pope, penulis “Overloaded and Underprepared: Strategies for Stronger Schools and Healthy Successful Kids,” menyarankan orang tua untuk melakukan hal-hal kecil ini yang sangat berarti untuk mendukung anak saat menjalani kehidupan SMA yang sibuk.
-
Bertindaklah sebagai suporter dan pendukung untuk anak, apapun yang terjadi.
-
Sadari bahwa anak belajar dengan cara yang berbeda sehingga memiliki gaya belajar yang berbeda, jadi jangan memaksakan cara belajar tertentu padanya.
-
Bantu anak membuat jadwal untuk mengerjakan PR , mengerjakan proyek, dan belajar untuk ujian.
-
Jangan meremehkan pentingnya prestasi non akademik yang diraih anak.
-
Ingatkan dan berikan waktu istirahat diantara kegiatan anak yang sibuk.
-
Jadwalkan waktu keluarga berkualitas tinggi beberapa kali seminggu untuk memberi anak cinta, penerimaan, dan dukungan tanpa syarat.
-
Jelaskan bahwa ada banyak jalan menuju kesuksesan, bukan hanya dengan masuk ke PTN impiannya.
-
Tak perlu bertanya “Bagaimana hasil ujiannya?” pada anak, yang mungkin menyiratkan bahwa nilai lebih penting daripada yang lainnya. Sebaliknya, bertanyalah “Bagaimana di sekolah? Apa kamu belajar sesuatu yang menarik?” yang membuat anak bisa lebih terbuka.
-
Bantu anak menemukan perguruan tinggi yang tepat untuknya. Hilangkan mitos bahwa hanya PTN yang paling bergengsi yang akan membawa kesuksesan.
Itulah beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua untuk menghadapi anak yang stres menghadapi ujian masuk PTN. Semoga dengan cara-cara ini, anak menjadi lebih termotivasi tanpa perlu merasa stres, ya.
Sumber:
https://yourteenmag.com/teenager-school/teens-high-school/high-school-stress
https://summer.harvard.edu/blog/managing-stress-in-high-school/
~Febria