Sebelas Kesalahan Pengasuhan Orang Tua

Sebelas Kesalahan Pengasuhan Orang Tua

Anak… Selain anugerah dari Tuhan YME, juga merupakan titipan yang dipercayakan kepada kita di dunia. Sudah semestinya kita merawat dan membentuk mereka menjadi manusia yang berguna, baik berguna bagi diri mereka sendiri, maupun bagi orang-orang dan lingkungan masyarakat di sekitar mereka. Namun, apa jadinya jika kita sebagai orang tua melakukan hal-hal yang salah dalam membesarkan anak kita? Bukankah itu sangat beresiko terhadap masa depan mereka? Berikut, kita jabarkan, sebelas kesalahan yang mungkin orang tua lakukan ketika mengasuh anak.

1. Tidak Biasakan Mengambil Tanggung Jawab

Pernahkah Anda melihat ada orang tua membujuk anaknya yang sedang menangis, karena mungkin kepalanya terbentur meja, lalu orang tua berkata “Aduh sayang, siapa yang nakal, mejanya ya nakal ya? Mama pukul nih mejanya”?. Pernahkah Anda melihat itu? Jika Anda paham, itulah yang dimaksud dengan tidak membiasakan untuk mengambil tanggung jawab. Anak secara tidak langsung dididik untuk tidak menyadari kesalahannya dan lebih melimpahkan kesalahan itu ke orang lain. Coba ajari dengan cara lain, misalnya dengan cara menunjukkan kepada anak bahwa kalau di bawah meja, berdirinya hati-hati.

2. Menanamkan Keyakinan yang Salah

Di sini contohnya seperti, makan tidak habis bisa mengakibatkan ayam mati. Ini hampir mirip dengan berbohong. Namun, penanaman keyakinan ini bisa membekas dan menjadi kebiasaan anak di masa depan, meskipun sebenarnya anak sadar bahwa itu hanyalah mitos atau keyakinan yang mengada-ada.

3. Berbohong

Berbohong, untuk apapun alasannya, tetap perlu dihindari. Berbohong, selain bisa berakibat menghasilkan keyakinan yang salah seperti di atas, juga bisa membuat orang tua kehilangan kepercayaan anak. Contoh kecil dari berbohong yang seringkali dilalukan orang tua misalnya adalah ketika orang tua mengatakan “jangan beli makanan itu, nggak enak”, padahal maksudnya bukan karena tidak enak. Bisa jadi itu bukan makanan yang tepat untuk anak. Coba sampaikan dengan lebih baik tanpa memilih untuk membohongi anak.

4. Labelling

Labelling merupakan pemberian julukan terhadap seserong yang didasarkan pada perilaku yang melekat pada dirinya. Labelling ini biasanya dilakukan tanpa sadar oleh orang tua, dan ini bisa menjadi hal yang kurang baik yang akan melekat di mental anak. Misalnya, ketika pagi-pagi bangun tidur dan anak lupa merapikan kamar, orang tua bilang, ah kakak ini jorok. “Kakak ini jorok” sudah merupakan labeling yang kita lakukan, dan ini sangat penting untuk diperhatikan. Kita tentunya tidak mau kan anak kita menjadi benar-benar jorok?

5. Pelit Melakukan Empat Hal Ajaib

Apa itu yang disebut 4 hal ajaib? Memang selama ini kita mengenal tiga hal, seperti mengucapkan “terima kasih” dan meminta maaf tidak hanya ketika melakukan kesalahan. Satu tambahan yang tidak kalah penting adalah menunjukkan kasih sayang. Kita berkomunikasi dengan bahasa kasih yang dimiliki anak. Yang terakhir adalah memuji. Puji Sikapnya, puji perbuatan baik yang dia lakukan, tapi jangan memuji orangnya, apalagi dilakukan secara berlebihan.

6. Fokus pada Kekurangan, Suka Mencela, dan Doyan Mengeluh

Tidak ada manusia yang sempurna. Begitu juga dengan anak kita. Tidak ada pula manusia yang lahir tanpa potensi. Begitu juga dengan anak kita. Memfokuskan diri pada kekurangan anak, apalagi sampai mencela mereka, adalah pembunuhan karakter yang paling kejam, yang mungkin dilakukan orang tua terhadap anak. Tidak hanya mengkerdilkan mental mereka, orang tua juga berpotensi memangkas pertumbuhan bakat mereka. Mengeluh pun tidak akan menyelesaikan masalah. Daripada Anda mengeluh dan merasa kecewa dengan bagaimana anak Anda sekarang, cobalah fokus ke apa yang mereka minati dan apa yang menjadi bakat mereka.

7. Ancaman Kosong

Ancaman kosong adalah ancaman yang sampai kapanpun orang tua tidak akan bisa untuk benar-benar melakukannya. Contohnya, “nanti kalau kamu pulangnya lebih dari jam sembilan mama suruh kamu tidur di halaman”, atau “kalau berantem terus salah satu mama kirim ke panti asuhan”. Ancaman-ancaman macam ini berpotensi menyebabkan orang tua kehilangan kepercayaan. Sebaiknya, Anda sebagai orang tua lebih jeli lagi dalam memilih punishment apa yang ingin disampaikan, sebgaai konsekuensi yang benar-benar bisa membuat anak berpikir dan juga merasakannya jika melanggar. Misalnya, “kalau berantem terus nanti tidurnya mama suruh sendiri-sendiri”, atau nanti kalau pulangnya lebih dari jam sembilan, berikutnya mama nggak kasih izin lagi keluar jalan-jalan selama sebulan”.

8. Suka Menakut-nakuti

Secara tidak sadar, ini sangat sering dilakukan oleh orang tua, terutama ketika menghadapi anak yang aktif. Seringkali kita mendengar “awas, nanti kamu nyasar lo kalau main jauh-jauh”, atau untuk anak balita “awas, nanti kamu jatuh kalau lari-lari”. Terdengar benar, tapi salah. Cobalah untuk membuat batasan kepada anak tanpa menutup pikirannya, karena anak yang berhenti melakukan sesuatu karena takut, maka dia tidak akan punya keberanian untuk mengeksplore dunia secara lebih jauh.

9. Disuapi Solusi

Membuat anak mengerti bukan berarti harus memberi banyak contoh dan penjelasan. Sama halnya dengan membuat anak mampu memecahkan masalah, bukan berarti harus dengan memberikan banyak pencerahan ataupun nasihat. Ajak anak untuk berlatih bagaimana mengembangkan logika berpikir yang baik. Dengan itu, kita sebagai orang tua sudah memulai tahap pendewasaan anak dan membentuk pola pikir yang nantinya akan berguna untuk masa depannya.

10. Pembiaran

Ketika anak melakukan sesuatu yang sudah jelas salah, kita sebagai orang tua terkadang lebih memilih menegur dan memberi tahu kalau itu salah. Kita perlu mencoba untuk menyampaikan pesan lain di balik kesalahan itu. Misal, alih-alih hanya menegur anak yang mencoret-coret tembok, ada baiknya kita memberikan alasan lebih dulu. “Sayang, kalau mau menggambar, lebih bagus di buku gambar, nanti kamu bisa simpan untuk koleksi. Kalau di tembok, nanti kalau salah bagaimana. Temboknya jadi kotor, terus tidak bisa dihapus”. Dan lain sebagainya. Intinya berikan alasan yang tepat namun tidak menyalahkan, disertai dengan bagaimana baiknya menurut pandangan orang tua.

11. Fokus pada Dunia

Kita sebagai orang tua perlu membiasakan untuk mengajak anak berbicara tentang cita-cita sejak dini. Satu hal yang penting dalam proses tersebut, bahwa sebaiknya ketika membicarakan cita-cita, kita perlu menyelipkan tujuan kebaikan di dalam cita-cita tersebut. Contohnya, daripada mengangkat jadi pilot bisa keliling dunia dan banyak uang, kita bisa mengangkat kalau pilot itu hebat, karena bisa membawa penumpang untuk bepergian ke suluruh dunia.