Orangtua Wajib Pahami: Sembilan Emosi Manusia yang Perlu Dilatih untuk Diri Sendiri dan Anak

Orangtua Wajib Pahami: Sembilan Emosi Manusia yang Perlu Dilatih untuk Diri Sendiri dan Anak

ADIK-adik, teman-teman, dan Bapak/Ibu para orangtua. Kita semua sebagai manusia tentunya terlahir dan tumbuh dengan keadaan emosi yang berbeda-beda. Namun, tahukah Anda bahwa faktor emosi tersebutlah yang dapat mempengaruhi jalan hidup seseorang? Ya, emosi dapat membedakan bagaimana pengambilan keputusan antara satu orang dengan orang lain.

Ada sembilan jenis emosi yang biasa menjadi background dalam pengambilan keputusan. Ada apathy (ketidakpedulian), grief (kesedihan), fear (ketakutan), lust (keserakahan), anger (kemarahan), pride (kesombongan), courageous (keberanian), acceptance (penerimaan), dan peace (kedamaian). Satu atau beberapa di antaranya selalu hadir saat kita hendak menentukan langkah, baik langkah spontan maupun dalam merencanakan masa depan.

1. Apathy (ketidakpedulian)

Sikap apathy terkadang timbul tanpa disadari ketika seseorang harus memutuskan hal penting, tapi dia sudah merasa terlalu "sumpek" untuk memikirkan dampak keputusannya. Akibatnya apa? Bisa jadi hasil keputusan itu berdampak buruk bagi beberapa pihak yang berada di luar lingkup kepentingannya. Pada level ini, kadang seseorang akan berpikir, "ah itu 'kan masalahnya, bukan masalah saya". Pengambilan keputusan berdasarkan emosi apathy kadang juga menyebabkan seseorang melakukan sesuatu dengan secukupnya, tidak berpikir apa-apa, atau bahkan bisa saja tidak melakukan apa-apa.

2. Grief (kesedihan)

Siapa yang menyangka ketika kita mengambil keputusan saat sedih bisa berakibat buruk. Orang yang sedang sedih cenderung mengambil sikap pasrah yang berlebihan, menerima apa adanya, tidak mampu berpikir lurus, dan secara tidak sadar menurunkan standar minimum pencapaiannya. Pengambilan keputusan pada momen-momen inilah yang bisa menunjukkan apakah kita termasuk orang strong, atau orang yang lembek.

3. Fear (ketakutan)

Ketakutan akan sesuatu jelas-jelas sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan. Orang biasanya menolak perasaan ini dengan mengatakan dia tidak takut. Perlu kita tahu, bahwa bukan hanya kondisi takut yang masuk dalam kategori ini. Perasaan tertekan akan banyaknya tugas, persasaan sungkan kepada orang yang kita hormati, dan sejenisnya, terkadang juga memunculkan perasaan sedikit cemas yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk kepanikan. Akibatnya kita semakin banyak pertimbangan yang sifatnya subjektif dan kadang irasional tentang efek keputusan kita di masa mendatang.

4. Lust (keserakahan)

Orang yang punya dasar keserakahan hampir selalu mengambil keputusan yang sifatnya egois. Jika suatu saat dia mengambil keputusan yang ternyata baik juga untuk orang lain, hal itu pada dasarnya merupakan ketidaksengajaan yang menimbulkan berkah. Orang serakah tidak pernah mengambil keputusan yang tidak memungkinkannya memperoleh keuntungan, bahkan meski itu berarti keputusan besar yang dapat menyejahterakan orang lain.

5. Anger (kemarahan)

Ada kata bijak yang mengatakan, "jangan memutuskan sesuatu ketika kau sedang marah". Ya, ini benar sekali. Keputusan yang diambil ketika marah tidak hanya memiliki potensi untuk merugikan orang lain, tapi juga untuk menghancurkan diri sendiri. Marah kadang baik, tapi ini sedikit rumit ketika membedakannya dengan yang disebut amarah. Orang yang sedang melampiaskan amarah tertutup jalan pikirannya, putus intuisinya, dan berperilaku seperti balita namun dengan cover yang lebih dewasa.

6. Pride (kesombongan)

Motivasi berlebih untuk membuktikan diri, menunjukkan kemampuan yang sebenarnya, atau bahkan menunjukkan hasil yang telah diraihnya, bisa mengakibatkan seseorang tertarik ke dalam rantai emosi kesombongan. Pengambilan keputusan berdasarkan kesombongan biasanya dimanifestasikan dalam tindakan yang berlebihan, tidak efisien, baik secara sumber daya maupun waktu.

7. Courageous (keberanian)

Berani di sini timbul karena tanggungjawab, sikap melindungi terhadap sesuatu yang berharga, serta memperjuangkan hal yang sangat besar. Keputusan yang berlandaskan keberanian akan menyebabkan seseoarang menjadi lebih lebih ulet, kreatif, dan sangat gigih. Ancaman apapun yang datang, dia akan segera mengambil sikap antisipasi yang akurat. Di sinilah perpaduan antara logika dan perhitungan yang matang dari seseorang berada.

8. Acceptance (penerimaan)

Sikap yang lapang dada dengan menerima hasil yang diperoleh dari usaha yang telah maksimal dilakukannya. Inilah lawan dari apathy. Ketika si apathy menerima dengan masa bodoh, si acceptance justru menerima dengan pertimbangan dan analisis yang bijak, tidak ada kemarahan, atau emosi negatif lainnya. Semua berbuah pasti sesuai dengan apa yang ditanam. Dia terima dengan ikhlas, lalu mengubah bentuk usahanya yang berikutnya supaya hasilnya lebih mendekati maksimal. Karena inilah si acceptance kadang menjadi sosok yang disegani, yang jernih dalam berpikir, dan tenang dalam bertindak.

9. Peace (kedamaian)

Merupakan level yang berada di atas acceptance. Emosi yang cenderung membawa kebijaksanaan di setiap lingkungan yang disinggahinya. Keputusan yang diambil biasanya menghasilkan tanggapan yang baik dari segala sisi, tapi juga seringkali dianggap kurang tegas oleh sosok si pemilik emosi negatif. Orang pemilik emosi kedamaian cenderung mengutamakan kepentingan orang lain agar lingkungan terjaga keharmonisannya, tidak akan ada sosok yang dirugikan, dan akhirnya, tentu saja keputusan itu berbuah manis bagi setiap orang dan dirinya sendiri.

Dari hal-hal di atas, kita tentu tahu mana emosi yang harus dihindari dan mana yang harus dimiliki. Memang bukan hal yang mudah untuk diterapkan, tapi kita selalu memiliki kesempatan untuk berlatih. Bagi para orangtua khususnya, mari kita berlatih dan memberikan teladan bagi anak-anak kita.

Sumber: Artikel Jemy V. Confido, mengenai pengenalan sembilan emosi manusia yang biasa muncul dalam pengambilan keputusan.