5 Tokoh Sukses di Bidang Eksakta dengan Semangat Belajar yang Menginspirasi

5 Tokoh Sukses di Bidang Eksakta dengan Semangat Belajar yang Menginspirasi

Berbicara mengenai ilmu pengetahuan, kita mengenal istilah ilmu eksakta. Istilah ilmu eksakta merujuk pada hal-hal yang bersifat pasti, konkret, nyata, serta bisa dibuktikan dengan berbagai penelitian. 

Bagi anak-anak sekolah, mempelajari ilmu eksakta selain bertujuan sebagai bekal di masa depan, juga bermanfaat untuk melatih logika berpikir. Namun, sayangnya masih banyak yang menganggap bahwa ilmu eksakta, seperti matematika, fisika, dan kimia, sulit untuk dipelajari.

Persepsi yang keliru tentang ilmu eksakta membuat peminatnya lebih minim dibandingkan ilmu non eksakta. Padahal jika kita menengok sejenak pada kisah-kisah para tokoh dunia yang berhasil di bidang ilmu eksakta, kita akan menemukan inspirasi betapa berawal dari ilmu eksakta mereka bisa berperan hebat untuk dunia dan kehidupan manusia.

Bahkan, jika kita runut lagi, banyak di antara tokoh-tokoh tersebut yang semula menekuni bidang lain atau justru diawali dengan ketidaksengajaan, tetapi pada akhirnya dengan bekal kehebatannya bisa menguasai ilmu eksakta, mereka berhasil mencatatkan namanya di panggung dunia.


Isaac Newton


Isaac Newton (sumber: Kompas.com/Commons/Godfrey Kneller)

Siapa yang tidak kenal Isaac Newton? Tokoh yang berasal dari Lincolnshire, Inggris, itu dikenal  sebagai salah satu matematikawan, fisikawan, dan ilmuwan paling berpengaruh sepanjang masa. Dialah yang menemukan Hukum Newton, yang dikenal sebagai hukum dasar dinamika dalam merumuskan pengaruh gaya terhadap perubahan gerak benda.

Namun, tahukah kalian bahwa Newton pada masa mudanya pernah berhenti sekolah? Keluarganya mengeluarkan Newton dari sekolah dengan alasan agar ia menjadi petani saja. Newton yang tak lagi bersekolah, sebenarnya tidak menyukai pekerjaannya sebagai petani.

Untungnya, kepala sekolah King's School, tempat ia bersekolah sebelumnya, kemudian datang meyakinkan ibunya untuk membawa kembali Newton ke sekolah. Hingga pada akhirnya Newton kembali bersekolah dan dapat menamatkan pendidikan dasarnya pada usia 18 tahun dengan nilai memuaskan.

Selanjutnya pada tahun 1661, Newton diterima di Trinity College Universitas Cambridge. Empat tahun kemudian, Newton berhasil menemukan teorema binomial umum dan mulai mengembangkan teori matematika yang pada akhirnya berkembang menjadi kalkulus. Setelah lulus, Newton mengembangkan teori kalkulus, optika, dan hukum gravitasi hingga kemudian ia menjadi tokoh ilmuwan yang disegani.

Nah, bisa jadi tanpa peran kepala sekolah King's School yang berinisiatif mengajak Newton kembali bersekolah, dunia tak akan mengenal seorang Isaac Newton dan warisan ilmu pengetahuannya. Tapi yang pasti, kemauan belajar Newton di bidang ilmu eksakta adalah sesuatu hal luar biasa yang patut disyukuri oleh peradaban manusia.


Elon Musk


Elon Musk (sumber: Kompas.com/AP Photo/Susan Walsh)

Barangkali saat ini hampir semua orang pernah mendengar nama Elon Musk. Dia dikenal sebagai seorang pengusaha yang tercatat sebagai salah satu orang terkaya di dunia. 

Elon Musk juga dianggap sebagai inovator jenius yang berhasil menciptakan berbagai teknologi terdepan di masa kini. Ia dikenal sebagai pengusaha sekaligus pendiri beberapa perusahaan teknologi, sebut saja PayPal, SpaceX, hingga Tesla.

Masa kecil Elon Musk dijalaninya dengan label sebagai anak introvert dan kutu buku. Tetapi ia mulai menunjukkan kecerdasannya sejak di masa sekolah dan termasuk pelajar paling unggul di dua bidang pelajaran, yaitu fisika dan ilmu komputer

Namun, gelar sarjana pertamanya justru di bidang ilmu ekonomi. Baru setelahnya ia memperoleh gelar sarjana keduanya di bidang ilmu fisika.

Berbekal kejeniusan di bidang eksakta dan teknologi, dipadukan dengan kelihaiannya dalam berbisnis, membuat nama Elon Musk melambung. Tesla Motors didirikan sebagai salah satu perwujudan misinya dalam hal perubahan iklim. Tesla fokus memproduksi mobil listrik yang ramah lingkungan.

Elon Musk mendirikan SpaceX pada tahun 2002 bekerja sama dengan NASA. Bak film fiksi ilmiah, SpaceX bergerak di bidang transportasi luar angkasa dengan misi agar manusia tak bergantung pada kehidupan satu planet saja.

Hebatnya, Elon Musk tak hanya duduk manis sebagai CEO saja, tapi ia juga terjun langsung dalam berbagai proyek SpaceX dengan menerapkan kemampuannya di bidang eksakta.


Mark Zuckerberg


Mark Zuckerberg (sumber: Kompas.com/CTN News)

Sejak kecil, Mark Zuckerberg memang suka sekali mengutak-atik komputer. Ia kerap melakukan percobaan membuat berbagai program berbekal komputer yang dibelikan oleh ayahnya.

Hingga di masa sekolah menengah, kejeniusan Zuckerberg mulai tampak dengan kerap mendapat banyak penghargaan dan hadiah dalam bidang sains, yaitu matematika, astronomi, dan fisika.

Ketika berkuliah di Universitas Harvard, Zuckerberg mulai mengembangkan sebuah sistem jejaring sosial yang awalnya diperuntukkan di lingkup kelasnya. Tetapi sistem yang dibuatnya justru membuatnya sempat berkonflik dengan pihak universitas karena dianggap mencuri data.

Selanjutnya, Zuckerberg memilih meninggalkan bangku kuliah dan meneruskan ambisinya untuk proyek jejaring sosial miliknya. Hingga akhirnya Facebook lahir dan menjadi jejaring sosial yang paling berpengaruh di dunia.

Walau sangat disayangkan bahwa Zuckerberg mengorbankan kuliahnya, tetapi dengan kemauan kuat dan optimismenya ia mampu membuktikan diri berbekal ilmu yang dimilikinya mampu membawanya pada kesuksesan. 

Kini, Mark Zuckerberg dikenal sebagai salah satu CEO terkaya di dunia dan saat ini tengah serius mempromosikan metaverse, sebuah dunia virtual yang diyakini bakal banyak dimanfaatkan oleh manusia di masa mendatang. Ia bahkan mengubah nama induk perusahaan Facebook menjadi Meta. 


Leonardo da Pisa atau Leonardo Pisano atau Fibonacci


Leonardo Fibonacci (sumber: Twitter @fermatslibrary)

Leonardo da Pisa atau Leonardo Pisano adalah seorang ahli matematika asal Italia yang lahir di tahun 1175. Ia juga memiliki nama beken Leonardo Fibonacci. 

Nama terakhir itulah yang kemudian disematkan pada istilah Fibonacci Sequence atau deret angka Fibonacci. Deret angka Fibonacci hingga kini digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain  astronomi, geologi, biologi, musik, arsitektur, dan finansial atau keuangan.

Awalnya, Leonardo hanyalah seorang anak yang mengikuti ayahnya William, yang ditugaskan memimpin sebuah pos perdagangan atau perwakilan dagang untuk Pisa, Italia, di Bugia, Afrika Utara. Leonardo ikut berkelana untuk membantu ayahnya. Namun, justru di tempat itulah Fibonacci belajar tentang sistem bilangan Arab.

Melihat sistem bilangan Arab lebih sederhana dan efisien dibandingkan bilangan Romawi, Fibonacci kemudian belajar kepada para ahli matematika Arab dengan cara berkelana ke berbagai penjuru Mediterania. 

Pada tahun 1202, ia menuliskan hasil perjalanannya dalam buku berjudul “Liber Abaci”, atau yang berarti “Buku Perhitungan”. Buku ini mengungkapkan betapa praktisnya sistem bilangan Arab untuk bisa diterapkan dalam pembukuan dagang, konversi berbagai ukuran dan berat, perhitungan bunga, pertukaran uang, dan lain sebagainya. 


John Dalton


John Dalton (sumber: Wikipedia)

Sejarah mencatat nama John Dalton sebagai orang pertama yang dapat menjelaskan keberadaan bagian terkecil dari suatu zat yang dikenal dengan sebutan atom. John Dalton diakui sebagai pencetus teori atom modern.

John Dalton lahir pada tanggal 6 September 1766 di Inggris. Ia berhasil menjadi salah satu ahli kimia termasyhur yang pemikirannya menjadi landasan pengembangan ilmu pengetahuan modern, termasuk teknologi nuklir.

Namun, siapa sangka Dalton kecil terlahir sebagai buta warna. Sejak kecil, Dalton tidak dapat melihat warna merah dan hijau dan kesulitan mengenyam pendidikan yang layak.

Pada usia 23 tahun, Dalton sempat mempertimbangkan untuk belajar hukum atau kedokteran, tetapi tidak mendapat dukungan kerabatnya. Dalton kemudian mendapatkan banyak pengetahuan ilmiah secara informal melalui John Gough, seorang filsuf buta yang berbakat dalam sains dan seni. 

Selain dikenal sebagai penemu teori atom dan menelurkan banyak publikasi ilmiah lainnya, menjelang akhir hayatnya di tahun 1817, Dalton merelakan matanya yang buta warna untuk dianalisis. Tindakan terakhirnya ini untuk mengetahui apakah memang benar buta warna yang dialaminya adalah faktor keturunan atau bukan.

Hasilnya, kesimpulan yang terungkap menunjukkan adanya faktor keturunan. Sejak itulah untuk menghormati peran Dalton, buta warna merah dan hijau sampai saat ini sering disebut 'Daltonisme'.


Pentingnya mengasah kemampuan di bidang ilmu eksakta

Kelima tokoh di atas menunjukkan bahwa keahlian di bidang ilmu eksakta mampu mengantarkan mereka sebagai orang hebat yang bermanfaat bagi dunia. Meskipun awalnya ada yang kurang berminat ataupun sebenarnya memiliki keterbatasan, tapi perjalanan hidup mereka akhirnya mengantarkan pada kesuksesan dengan bekal ilmu eksakta.

Mereka pun hanya sedikit dari begitu banyaknya tokoh lainnya yang sukses di bidang eksakta. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa kesuksesan tentu diraih dengan kerja keras dan ketekunan.

Anak-anak sekolah di era sekarang, bisa saja menjadikan para tokoh tersebut sebagai inspirasi. Tentu saja inspirasi yang diambil adalah sisi positifnya. 

Terlebih di era sekarang kita dimudahkan untuk belajar dan mengembangkan diri. Tak hanya di sekolah, melalui bimbingan belajar (bimbel) pun kita bisa menambah kemampuan dan mengasah diri.

Bimbel Sinotif misalnya, di tempat ini siswa akan memperoleh peningkatan kemampuan pemahaman di bidang ilmu eksakta sekaligus mengembangkan kepribadian sebagai bekal menghadapi masa depan dan meraih cita-cita. Itu karena Sinotif adalah bimbel terbaik yang mengkhususkan diri sebagai spesialis bimbel pelajaran eksakta, yaitu matematika, fisika, dan kimia.

Melalui metode yang menyenangkan, Sinotif adalah bimbel terbaik yang bisa membuat siswa yang semula tidak suka pelajaran eksakta, menjadi suka dan menikmatinya.

Memang harus diakui masih ada persepsi bahwa anak-anak yang belajar di bimbel adalah siswa yang nilainya kurang. Bahkan masih ada anggapan bahwa siswa yang ikut les privat atau bimbel matematika, berarti anak itu sebenarnya tidak suka pelajaran matematika.

Namun, sebenarnya bimbel bisa menjadi tempat untuk mengembangkan potensi anak lebih baik lagi. Mereka yang nilainya sudah bagus pun tak ada salahnya ikut bimbel guna mengembangkan diri lebih baik.

Itulah yang dilakukan para tokoh-tokoh yang sukses di bidang ilmu eksakta. Seperti Fibonacci yang melanglang ke berbagai penjuru Mediterania untuk belajar kepada para ahli matematika Arab. Atau seperti John Dalton yang mempelajari pengetahuan ilmiah secara informal dari John Gough.

Elon Musk dan Mark Zuckerberg mungkin bisa dikatakan jenius sejak kecil, tapi perjalanan hidup dan semangat belajarnya patut diapresiasi. Mereka tak akan sukses jika tidak mengasah bakatnya menjadi lebih baik lagi dan menciptakan karya nyata. ~ Widi Kurniawan