Polusi, Global Warming, dan Kimia Hijau

Polusi, Global Warming, dan Kimia Hijau

Polusi adalah kondisi yang timbul ketika senyawa kimia,energi, atau polutan masuk ke dalam suatu lingkungan dan merusak ekologi, serta menyebabkan bahaya bagi makhluk hidup. Dalam kehidupan, manusia membutuhkan lingkungan yang sehat dan bersih, aman dan nyaman untuk melangsungkan aktivitasnya sehari-hari. Salah satu ciri lingkungan yang nyaman dan bersih adalah tidak terpapar pencemaran atau polusi. Namun, dengan seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan infrastruktur untuk membangun suatu lingkungan, dampak dari pembangunan tersebut adalah pencemaran atau polusi. Polusi ada beberapa jenisnya, yang paling dirasakan akhir-akhir ini di Indonesia adalah polusi udara. 

Polusi udara terjadi karena masuknya zat pencemar yang melebihi batas normal. Beberapa zat pencemar yang bergabung dengan udara seperti Sulfur Oksida (SOx), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), Nitrogen Oksida (NOx), dan Hidrokarbon. Hal ini bisa terjadi karena ulah manusia atau alami karena alam untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pembangunan infrastruktur, industri, moda transportasi dan sebagainya. Masih kurangnya kepedulian dan kesadaran manusia terhadap pentingnya peran udara. Berdasarkan data IQAir (sebuah perusahaan pengamat udara Swiss), Indonesia berada di posisi 9 dari 106 negara yang memiliki kualitas udara yang buruk. Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk dengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 170, yang mana angka ini menunjukkan kualitas udara tidak sehat. Bahkan, beberapa wilayah di Jakarta seperti Cilandak dan Kebayoran Lama memiliki indeks kualitas udara sebesar 206. Adapun indeks kualitas udara diatas 201 masuk kategori udara sangat tidak sehat. Disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bahwa hal ini terjadi karena musim kemarau yang menyebabkan suhu dipermukaan bumi meningkat pada Juli hingga September. 

 

Global Warming (Pemanasan Global)

Meningkatnya suhu permukaan bumi tak jauh dari isu global warming, hal ini karena aktivitas manusia yang menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah meningkatnya suhu karena adanya gas CO2 yang terperangkap di permukaan bumi yang diakibatkan dari pembakaran limbah pabrik, pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, pembakaran lahan, dan lain sebagainya. Gas karbon dioksida yang dihasilkan tertahan di lapisan atmosfer pada ketinggian 10-20 km di atas permukaan air laut. Ilustrasinya sebagai berikut :

Gambar 1 : Peristiwa Global Warming                     Gambar 2 : Siklus Efek Rumah Kaca

Keterangan Gambar 2

Langkah 1 : Radiasi matahari mencapai atmosfer bumi, beberapa diantaranya dipantulkan kembali ke luar angkasa.

Langkah 2 : Sisa energi matahari diserap oleh daratan dan lautan, memanaskan Bumi.

Langkah 3 : Panas memancar dari Bumi menuju ruang angkasa.

Langkah 4 : Sebagian dari panas ini terperangkap oleh gas rumah kaca di atmosfer, menjaga Bumi tetap hangat untuk menopang kehidupan.

Langkah 5 : Aktivitas manusia seperti membakar bahan bakar fosil, pertanian dan pembukaan lahan meningkatkan jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer.

Langkah 6 : Gas rumah kaca ini memerangkap panas ekstra, dan menyebabkan suhu bumi naik.

 

Dampak yang diakibatkan Polusi dan Pemanasan Global.

  1. Kepunahan beberapa spesies hewan dan tumbuhan.
  2. Temperatur bumi meningkat, menyebabkan es di kutub mencair dan volume air laut meningkat.
  3. Penipisan lapisan ozon, fungsi lapisan ozon adalah mengatur dan menyerap sinar ultraviolet yang masuk ke permukaan bumi, melindungi bumi dari benda-benda langit yang jauh, dan menjaga kestabilan suhu bumi. 
  4. Berpengaruh pada kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia.
  5. Hilangnya terumbu karang
  6. Perubahan iklim yang ekstrim
  7. Cuaca dan curah hujan yang tidak menentu yang menyebabkan gagal panen

Upaya Kimia Hijau Untuk Mengatasi Polusi Udara dan Global Warming

Kimia hijau adalah kajian di bidang kimia yang fokus dalam merancang, menggunakan, atau memproduksi bahan kimia dengan mengurangi dampak lingkungan. Istilah kimia hijau atau green chemistry, pertama kali diperkenalkan oleh Paul Anastas dan John C. Warner pada 1998 dalam buku berjudul Green Chemistry: Theory and Practice. Menurut Anastas dan Warner, setidaknya ada 12 prinsip yang diterapkan dalam kimia hijau sebagai berikut :

  1. Mencegah limbah 
  2. Memaksimalkan nilai ekonomi suatu atom 
  3. Menerapkan sintesis kimia yang bahayanya sedikit 
  4. Mendesain proses yang melibatkan bahan kimia aman 
  5. Menggunakan pelarut dan kondisi reaksi yang lebih aman 
  6. Memanfaatkan energi secara efisien 
  7. Menggunakan bahan baku terbarukan 
  8. Mengurangi bahan turunan kimia 
  9. Menggunakan katalis untuk efektivitas 
  10. Mendesain bahan kimia dan produk yang terdegradasi setelah dipakai 
  11. Menganalisis secara langsung untuk mencegah polusi 
  12. Mencegah potensi kecelakaan

Seluruh prinsip tersebut bertujuan mengurangi dampak dari polusi dan pemanasan global. Hubungan praktik kimia hijau dan global warming bisa digambarkan melalui beberapa contoh kasus nyata. Dikutip dari situs United States Environmental Protection Agency (EPA) berikut contoh hubungan praktik kimia hijau dan pemanasan global:

1. Meminimalkan Limbah beracun

Limbah beracun merupakan salah satu pemicu pemanasan global. Dengan menerapkan prinsip kimia hijau, limbah beracun dapat diminimalisir baik dari proses produksi hingga penggunaanya. Contoh upaya meminimalkan limbah beracun adalah mengolah limbah kimia sebelum dibuang ke lingkungan.

2. Menekan Polusi Udara

Polusi udara termasuk pemicu utama permasalahan pemanasan global. Polusi udara dapat ditekan melalui  prinsip kimia hijau dengan memanfaatkan teknologi yang lebih bersih dan proses yang lebih efisien. Contohnya adalah pemanfaatan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), Meminimalkan penggunaan kendaraan bermotor, pengelolaan sampah yang lebih baik dengan menerapkan 3R (Reuse, Recycle, dan Reduce). 

3. Mengurangi Bahan Kimia Turunan Penghasil Limbah

Praktik kimia hijau mewajibkan pelakunya menghindari bahan kimia turunan yang menghasilkan limbah seperti pelarut (reagen). Menurut American Chemical Society, limbah reagent seperti hidrogen peroksida terbukti membunuh fitoplankton dan alga mikroskopis yang berkontribusi dalam menyaring karbon dioksida (CO2). CO2 sendiri merupakan zat rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Sebisa mungkin ahli kimia tidak menggunakan bahan kimia turunan untuk mencegah limbah reagen. Upaya yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan masa pakai reagen dengan cara menyimpan ditempat yang tepat, rapat, dan jauh dari paparan udara atau kelembaban.

4. Menggunakan Energi Terbarukan dan Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Energi

Penggunaan energi terbarukan ini bertujuan untuk menekan limbah dan jejak karbon dari berbagai proses kimia. Contoh energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan adalah energi matahari, energi hidrogen dari air, mengganti bahan bakar fosil dengan biodiesel, bioetanol, dan biogas.  Kimia hijau mendorong penggunaan energi yang lebih efisien, khususnya energi dari bahan bakar fosil menyebabkan timbulnya emisi karbon dan gas rumah kaca. Sebisa mungkin praktek kimia hijau menggunakan energi secara hemat dan efisien. Contoh penerapannya bisa menjalankan reaksi kimia pada suhu dan tekanan  ruangan (katalis). ~ Aas