Mengapa Anak Remaja Mudah Marah? Ini Alasannya dan Cara Para Orang Tua Menghadapinya!

Salah satu tanda seorang anak mulai menjadi remaja adalah mudah marah. Mungkin tidak semua, tetapi kebanyakan remaja mengalaminya.
Sebenarnya, Tiffany Nielsen, LCSW, pekerja sosial dan manajer di Huntsman Mental Health Institute. menyebut bahwa hal yang wajar jika remaja memiliki tingkat iritabilitas tertentu.
Namun, kemarahan yang dirasakan ini bisa saja menjadi sesuatu yang lebih serius jika emosi tersebut mulai mengganggu kemampuannya untuk menangani kegiatan sehari-hari di rumah atau sekolah.
Karena mengalami masalah kemarahan yang serius, yang dimulai awalnya hanya ledakan emosi dapat berubah menjadi tindakan kekerasan, melukai diri sendiri, dan aktivitas negatif lainnya.
Lalu, apa yang menyebabkan kemarahan pada remaja dan bagaimana orang tua dapat membantu remaja yang mudah marah merasa lebih baik? Baca terus artikel ini.
Mengapa Remaja Sangat Pemarah?
Banyak orang tua yang bertanya-tanya, “Mengapa anak remaja saya begitu pemarah?”. Namun, sayangnya tidak banyak yang memikirkan alasan di balik kemarahan tersebut.
Ini karena menurut konselor kesehatan mental klinis Carrie Hansen, kemarahan bukanlah satu-satunya emosi yang dirasakan anak remaja saat meledak-ledak.
“Kemarahan adalah emosi intens yang sering kali ditimbulkan oleh emosi lain. Paling umum yang saya lihat muncul adalah perasaan sedih atau terluka,” katanya.
Namun, karena kemarahan lebih mudah dirasakan dan ditunjukkan, emosi tersebut yang biasanya akan terlihat menonjol. Ketika sedang berhadapan dengan remaja yang mengekspresikan, kemungkinan itu karena mereka merasa terluka atau sedih.
Jadi, yang harus dipahami oleh para orang tua adalah apa yang menjadi pemicu stres pada anak remajanya sehingga dapat memicu kesedihan dan kemarahan. Berikut adalah beberapa hal yang bisa menjadi alasannya”
-
Hormon remaja
-
Harga diri yang rendah
-
Tekanan teman sebaya atau bullying
-
Konflik keluarga
-
Perceraian orang tua
-
Peristiwa traumatis
-
Kesedihan
-
Kematian orang yang dicintai
Selain itu, kemarahan dapat diakibatkan oleh masalah yang belum terselesaikan seperti depresi atau kecemasan. Namun, dengan memiliki kemarahan bukan berarti remaja tersebut memiliki kondisi kesehatan mental.
Tanda-tanda Masalah Kemarahan
Seperti yang disebutkan di atas, kemarahan menjadi masalah ketika hal tersebut mengganggu kehidupan sehari-hari.
Hansen mencatat, meskipun remaja mungkin menghadapi situasi yang menyakiti dan memicu ledakan kemarahan, banyak dari mereka yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan melanjutkan tanggung jawabnya di sekolah, keluarga, dan kehidupan sosialnya.
Namun, jika anak remaja mulai menunjukkan perilaku menghindar dengan menolak pergi ke sekolah atau menarik diri dari teman dan keluarga, itu bisa menjadi salah satu tanda masalah kemarahan yang membutuhkan bantuan tambahan.
Tanda-tanda lain yang juga bisa dilihat adalah:
-
Agresif secara fisik
-
Melakukan ancaman verbal
-
Berdebat secara berlebihan
-
Melukai diri sendiri
-
Membentak teman sebaya atau keluarga
-
Peningkatan kemurungan
-
Teman-teman tak mau lagi berteman dengannya
Selain menyadari tanda-tanda di atas, akan sangat membantu jika orang tua memahami bagaimana emosi itu dapat memengaruhi anak remajanya.
Cara Mengatasi Masalah Kemarahan pada Remaja
Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan para orang tua untuk menangani masalah kemarahan pada anak remajanya.
1. Tunjukkan Empati
Salah satu hal terpenting yang bisa orang tua lakukan saat menghadapi anak yang pemarah adalah memvalidasi perasaannya. Cobalah untuk memahami dari mana kemarahan anak remaja berasal.
Temukan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai bahan empati selama melakukan pembicaraan dengan anak. Dengan begitu, anak tahu kalau orang tuanya mengakui dan memahami perasaannya.
2. Konsisten dengan Konsekuensi
Konsistensi adalah kunci dalam hal batasan dengan anak remaja. Tetapkan batasan yang masuk akal dan pastikan anak remaja mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan sebelumnya.
Misalnya, berikan anak remaja jam malam dan penjelasan tentang apa yang akan terjadi jika dia pulang terlambat.
“Konsistensi sangat membantu anak remaja mengetahui dan memahami dengan jelas tentang batasan, larangan, dan ekspektasi. Jangan terus berubah karena akan sulit bagi anak remaja untuk mengikutinya,” ujar Nielsen.
Contoh sikap yang tidak konsistenan antara lain:
-
Mengambil ponsel anak remaja karena tidak membersihkan kamarnya, tetapi membiarkannya melakukan perilaku tersebut tanpa konsekuensi di lain waktu.
-
Menghukum anak remaja selama seminggu, tetapi membiarkannya pergi ke luar rumah dua hari kemudian.
3. Mengambil Jeda Waktu
Berlatihlah untuk menghentikan sementara saat pembicaraan dengan anak remaja menjadi panas.
Hal ini untuk menunjukkan kepada anak remaja bahwa tidak apa-apa untuk menjauh dan beristirahat sejenak saat emosi memuncak. Ini juga dilakukan agar orang tua tidak menyesali perkataan atau konsekuensi yang diberikan pada anak
Bilang pada anak, “Mama/papa harus ke kamar mandi 15 menit untuk menenangkan diri. Setelah itu kita bicarakan lagi dan lihat apakah kita bisa mendiskusikannya.”
Ini akan memberikan orang tua dan anak remaja ruang untuk bernapas dan waktu untuk berpikir lebih jernih.
4. Diskusikan Topik Panas di Waktu Tenang
Topik-topik tertentu memang dapat memicu pertengkaran. Jadi, jangan membahas hal-hal tersebut di saat-saat panas setelah sesuatu terjadi. Idealnya, membicarakan topik-topik tersebut dilakukan saat orang tua dan anak sudah tenang.
5. Ajarkan Anak Remaja Cara Mengelola Kemarahan
Mengetahui cara-cara yang tepat untuk menenangkan diri saat marah adalah keterampilan yang sangat penting. Sebaiknya orang tua membagikan cara ini kepada anak dan anjurkan dia untuk melakukannya.
“Ini bukan cara meredam kemarahan anak remaja, tetapi membantunya mengetahui ekspresi emosi yang tepat saat marah,” kata Nielsen.
Beritahu anak bahwa ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk memproses kemarahannya. Bisa dengan berolahraga, menulis di jurnal, atau apa saja asalkan bisa mengekspresi emosional tanpa melampiaskannya dengan cara yang tidak sehat.
6. Cari Tahu Alasan Anak Marah
Kemarahan sering kali merupakan emosi sekunder. Artinya, di balik kemarahan biasanya ada kesedihan, rasa bersalah, atau rasa malu. Itulah sebabnya remaja yang mengalami depresi sering kali tidak terlihat sedih, tetapi lebih cenderung terlihat mudah tersinggung, kritis terhadap diri sendiri, dan marah.
Pertimbangkan apa yang mungkin menjadi akar kemarahan anak remaja. Apakah ada emosi lain yang berperan dan bisakah orang tua berbicara dengan tentang hal itu untuk lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi?
7. Dorong Anak Melakukan Perawatan Diri
Salah satu langkah yang dapat dilakukan anak remaja untuk mengurangi emosi negatif adalah dengan berinvestasi pada kesehatan fisiknya. Dorong anak untuk melakukan beberapa pilihan gaya hidup sehat berikut ini untuk meningkatkan suasana hati:
-
Berolahraga secara teratur
-
Tidur 8 – 10 jam setiap malam
-
Makan makanan yang bergizi
-
Melakukan hobi
8. Cari Dukungan
Berurusan dengan remaja yang marah bisa melelahkan dan membuat frustrasi. Jadi, penting untuk tetap terhubung dengan orang lain yang dapat membantu melewati masa-masa sulit ini.
Bagi para orang tua, jangan ragu untuk menghubungi seseorang, baik profesional kesehatan mental atau orang tua lain, yang dapat memahami apa yang dirasakan saat ini.
Sumber:
https://www.embarkbh.com/blog/mental-health/angry-teenagers-what-parents-should-know/
https://healthcare.utah.edu/healthfeed/2022/01/8-tips-dealing-your-angry-teenager
~Febria