Bentuk UN dari Masa ke Masa, Mulai Era 1950-an hingga Sebelum Pandemi di 2019. Kamu Pernah Merasakan yang Mana?
Sebelum 2020, Ujian Nasional atau UN menjadi hal yang paling menakutkan bagi para siswa, baik SD, SMP, dan SMA. Namun, saat Covid-19 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu, Nadiem Makarim, resmi meniadakan UN karena pandemi.
Lalu, di 2021 ia mengganti UN menjadi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter hingga saat ini. Jadi, hanya anak sekolah pra-2019 yang masih merasakan betapa menegangkan masa-masa UN.
Kabarnya, UN akan kembali dilaksanakan dengan dipilih 3 Menteri Pendidikan baru dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo. Namun, sampai sekarang belum ada kabar pasti mengenai hal tersebut.
Jika jadi, maka Indonesia akan kembali mengalami bentuk baru dari UN yang sudah mengalami perubahan dari masa ke masa. Seperti apa perubahan yang terjadi? Ini penjelasannya.
1. Periode 1950 – 1964: Ujian Penghabisan
Ini adalah bentuk awal dari UN di Indonesia yang dilakukan para siswa untuk menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu sebagai syarat kelulusan.
Soal-soal Ujian Penghabisan yang dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ini, berupa uraian atau esai yang hasilnya akan diperiksa di pusat rayon.
2. Periode 1965 – 1971: Ujian Negara
Meski beda nama, tetapi tujuannya tetap sama, yaitu untuk menentukan kelulusan dan sebagai penentuan bagi siswa untuk melanjutkan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri jika lulus.
Kriteria batas kelulusan ditetapkan oleh Pusat dengan nilai 6 untuk setiap mata pelajaran. Bentuk soal yang diujikan adalah uraian dan jawaban singkat.
Tingkat kesulitan soalnya relatif tinggi dan memiliki kompleksitas jawaban yang memerlukan kemampuan berpikir tinggi. Itulah yang membuat standar kelulusan di masa itu cukup tinggi.
Akibatnya, persentase kelulusan cukup rendah, tetapi memiliki mutu lulusan yang tinggi. Bagi yang tidak lulus Ujian Negara, tetap memperoleh ijazah dan dapat melanjutkan ke sekolah atau perguruan tinggi swasta.
3. Periode 1972 – 1979: Ujian Sekolah
Dari Ujian Negara diganti menjadi Ujian Sekolah, tetapi pelaksanaannya tetap sama, yaitu hanya satu kali pada akhir tahun pelajaran.
Tujuannya juga tak jauh berbeda, yakni untuk menentukan peserta didik tamat atau telah menyelesaikan program belajar pada satuan pendidikan.
Namun, yang berbeda adalah mutu soal yang sangat bervariasi, tergantung mutu sekolah atau kelompok sekolah. Ini membuat bentuk soal yang digunakan menjadi berbeda antara tiap sekolah atau kelompok sekolah.
Penanggung jawab penyelenggaraan ujian juga tiap-tiap adalah sekolah atau kelompok sekolah, bukan lagi Pusat.
Untuk kriteria tamat juga ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tidak mengenal Lulus atau Tidak Lulus, tetapi menggunakan istilah TAMAT.
Ini membuat persentase kelulusan sangat tinggi, bahkan bisa dibilang 100% atau semua peserta didik lulus. Namun, ini membuat mutu lulusan tidak dapat diperbandingkan.
4. Periode 1980 – 2002: EBTANas
EBTANas atau Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
Pelaksanaan ujian juga tetap dilaksanakan satu kali dalam satu tahun pelajaran, yaitu pada akhir tahun pelajaran.
Awalnya, mata pelajaran yang diujikan adalah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Namun, pada tahun berikutnya mulai ditambah dengan beberapa mata pelajaran lainnya. Nilai batas ambang TAMAT belajar adalah 6.
Untuk persentase kelulusan Ebtanas sebenarnya sangat tinggi dan hampir semua peserta didik Tamat, tetapi rata-rata nilai prestasi belajar peserta didik relatif rendah.
5. Periode 2003 – 2004: Ujian Akhir Nasional (UAN)
Dengan digantinya Ebtanas menjadi UAN, tujuannya juga sedikit berubah, yaitu untuk menentukan kelulusan serta pemetaan mutu pendidikan secara nasional, seleksi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kriteria kelulusan di dua tahun diadakannya UAN juga berubah. Pada 2003, kriterianya adalah pada seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, tidak ada nilai kurang dari 3.00 dan nilai rata-rata (UAN + UAS) minimal 6.00.
Sementara saat pelaksanaan UAN 2004, kriteria kelulusannya menjadi seluruh mata pelajaran yang diujikan secara nasional, tidak memiliki nilai kurang dari 4.00 dengan nilai rata-rata (UAN + UAS) minimal 6.00.
6. Periode 2005 – 2013: Ujian Nasional (UN)
Ini bisa dibilang periode yang memiliki paling banyak “drama”.
Sejak 2006, pelaksanaan UN menimbulkan banyak kritik, saran, dan tuntutan masyarakat. Puncaknya adalah ketika lembaga sosial menuntut agar UN ditiadakan karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu hak anak untuk melanjutkan sekolah.
Lalu, dilakukanlah serangkaian persidangan dan akhirnya Mahkamah Agung memutuskan bahwa UN dapat dilaksanakan jika pemerintah memperbaiki kualitas guru dan sarana prasarana sekolah.
Pada tahun pelajaran 2009/2010, Komisi X DPR-RI sempat kembali mengadakan UN Ulangan untuk peserta yang belum lulus. Ini dilakukan atas usulan masyarakat dan. Namun, pada tahun pelajaran berikutnya, yaitu 2010/2011, UN Ulangan kembali ditiadakan.
Pada UN 2011 dan 2012, diberlakukan penggunaan jumlah paket dalam satu ruang ujian menjadi lima paket tes berbeda, tetapi dengan tingkat kesulitan yang relatif sama.
Sementara untuk kriteria kelulusan, menggunakan formula Rata-rata Nilai Akhir (NA) minimum 5,5 yang terdiri dari 60% nilai UN ditambah 40% nilai Sekolah/Madrasah.
7. Periode 2014 – 2019: UNBK
UNBK atau Ujian Nasional Berbasis Komputer, disebut juga dengan Computer Based Test (CBT). Ini adalah sistem pelaksanaan ujian nasional dengan menggunakan komputer sebagai media ujiannya.
Jadi, selama pelaksanaan ujian, UNBK taj lagi menggunakan sistem ujian nasional berbasis kertas atau Paper Based Test (PBT) yang selama ini sudah berjalan.
Penyelenggaraan UNBK pertama kali dilaksanakan pada 2014 secara online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).
Seperti dijelaskan di atas, setelah UNBK ini tak ada lagi ujian akhir untuk menentukan kelulusan siswa untuk lanjut ke jenjang berikutnya. Mulailah diberlakukan Asesmen Nasional yang hanya dilakukan oleh perwakilan siswa, semua guru, dan kepala sekolah.
Kita lihat tahun depan, apakah ujian nasional akan kembali diberlakukan atau tidak. Kalau kamu setuju UN ada lagi atau tidak?
Sumber:
~Febria