Anak Terlalu Keras dengan Dirinya? Ini yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Mengatasinya!

Anak Terlalu Keras dengan Dirinya? Ini yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Mengatasinya!

Anak Terlalu Keras dengan Dirinya? Lakukan Tips Ini Untuk Mengatasinya!

Setiap orang tua pasti ingin anak-anaknya bahagia dan merasa percaya diri, serta memiliki harga diri yang sehat. Namun, saat menginjak usia tertentu, mereka bisa saja mulai meragukan dirinya sendiri.

Ada anak yang mulai berkata negatif tentang penampilan fisik, prestasi akademik, kemampuan atletik, interaksi teman sebaya, atau bahkan keberadaan dirinya secara keseluruhan.

Ini bisa terjadi karena anak terlalu keras dengan dirinya sendiri. Dia tidak merasa cukup cantik, cukup pintar, cukup hebat, cukup memiliki teman, atau cukup terlihat baik di mata orang lain. Hal ini tentu saja bisa membuat orang tua menjadi resah dan sedih.

Namun, jangan keburu panik! Ingatlah bahwa perilaku dan cara berpikir anak dibentuk oleh genetika, pengalaman, dan lingkungannya. Jadi, dengan bantuan dan latihan dari orang tua, anak-anak bisa belajar untuk kembali fokus pada kekuatan dirinya.

Berikut adalah beberapa cara untuk mendorong anak yang terlalu keras pada dirinya sendiri.

1. Cobalah untuk Mengerti yang Dirasakan Anak

Anak-anak tidak memiliki kapasitas untuk berpikir terlalu jauh ke masa depan. Itulah mengapa apapun yang mereka alami saat ini terasa seperti selamanya.

Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga mengalami hari-hari yang buruk, baik mereka sadari atau tidak. Ini adalah hal yang normal dirasakan anak, terutama dengan kemampuan mereka yang masih sering membandingkan diri dengan orang lain.  

Rebecca Eanes pernah mengatakan, "Anak-anak sering dihukum karena menjadi manusia. Mereka tidak diperbolehkan memiliki suasana hati yang marah, hari-hari buruk, nada bicara tidak sopan, atau sikap buruk. Kita harus berhenti membuat anak-anak memiliki standar kesempurnaan yang lebih tinggi daripada yang dapat dicapai orang dewasa. "

Jika anak tiba-tiba bilang dirinya bodoh, cobalah mencari tahu alasannya. Orang tua bisa bertanya, "Pelajaran ini susah banget buat kamu, ya? Kenapa kamu bilang kalau kamu bodoh?"

Janjikan pada anak kalau orang tua akan selalu berada bersama anak. Beritahukan padanya kalau ayah dan ibunya akan ada bersamanya saat situasinya sudah terasa terlalu berat untuk ditangani.

2. Dorong Anak untuk Menerima Ketidaknyamanan yang Dirasakannya

Anak-anak sering menerima pesan bahwa perasaan tidak nyaman itu buruk. Jadi, mereka berusaha keras untuk menyangkal, mengabaikan, atau mengalihkan perhatiannya dari perasaan tersebut.

Tak hanya itu, mereka mungkin juga menganggap perasaan tersebut sebagai tanda bahwa mereka “cacat” atau tidak normal. Padahal, apa yang dirasakannya itu mungkin muncul karena kebosanan, kesepian, kesedihan, penolakan, atau kecemasan. Itulah yang membuat mereka tidak menyukai apa yang dirasakannya dan mencoba untuk melewati atau mengatasinya.

Padahal, semua yang dirasakan oleh anak-anak ini bukan perasaan buruk. Ini adalah bagian dari pengalaman manusia. Jadi, tidak mungkin untuk mematikan perasaan tersebut atau membiarkannya.

Jika anak-anak dipaksa untuk “mematikan” apa yang dirasakannya, mereka justru kehilangan kemampuan untuk menguraikan perasaan yang sebenarnya. Jadi, lebih baik biarkan anak merasakannya, sambil menjelaskan mengapa mereka bisa merasakannya.

3. Ingatkan Anak, Tidak Ada yang Sempurna

Ketika anak-anak mengalami kemunduran atau hal-hal yang tidak berjalan sesuai dengan rencananya, mereka mungkin menjadi sangat keras pada dirinya sendiri.

Saat ini terjadi, bantu mereka belajar dari kesalahan dan pahami bahwa setiap orang bisa dan sangat wajar membuat kesalahan. Orang tua bisa membagikan cerita mengenai saat-saat kegagalan yang pernah dialami dan apa yang dilakukan untuk belajar, mencoba lagi, dan akhirnya berhasil.

Berikan contoh dan jadilah panutan dalam kehidupan anak-anak saat mereka menghadapi kemunduran dan terlalu keras pada dirinya sendiri. Biarkan mereka tahu orang tua akan selalu ada untuknya.

4. Berikan Contoh Pribadi yang Positif

Sebagai orang tua yang baik, cobalah untuk berhenti mengatakan hal-hal kritis terhadap diri sendiri, jangan terpaku pada kesalahan yang dibuat, atau khawatir tentang hal yang “tidak penting”. Semua tindakan negatif ini bisa ditiru oleh anak-anak.

Orang tua lebih baik memberikan contoh harga diri yang positif dan mengajak mereka untuk bicara dari hati ke hati mengenai hal tersebut. Misalnya dengan berkata, "Ayah/Ibu lihat, kamu sering mengatakan hal-hal negatif tentang diri kamu sendiri. Sekarang, coba kita pikirkan hal positif tentang diri kamu.”

Pembicaraan ini memberi pesan kepada anak-anak bahwa meskipun adalah masalah dalam hidupnya, tetapi mereka tetap memiliki hal positif dalam dirinya.

5. Tawarkan Pencapaian Diri yang Realistis

Menurut psikolog klinis Rachel Busman, PsyD dan psikolog Lisa Brown, PsyD, anak yang terlalu keras dan selalu kritis dengan dirinya, jangan diberikan "pemikiran positif" yang terlalu optimis. Mereka justru merekomendasikan pendekatan yang lebih realistis.

Jadi, jika anak mengatakan dia tidak yakin bisa mendapatkan teman baru di hari pertama sekolah, jangan katakan kalau hari pertamanya akan berjalan dengan luar biasa dan dia akan mendapatkan banyak teman.

Sebaliknya, orang tua bisa mengatakan: "Hari pertama sekolah mungkin sedikit menakutkan, tetapi kamu pasti bisa melaluinya. Kamu mungkin dapat teman baru, mungkin saja tidak. Namun, lama-lama kamu pasti bisa melakukannya.”

Saat anak memiliki tujuan besar, anak yang terlalu keras pada dirinya sendiri mungkin sulit untuk melihat kemajuannya. Jadi, bantu mereka untuk memecah tujuan yang lebih besar menjadi langkah-langkah kecil yang perlu diambil untuk mencapai tujuan tersebut. Cara ini akan membantu anak lebih bisa melihat kemajuan yang dilakukannya dan tahu kapan harus beristirahat.

6. Bantu Anak Belajar Toleransi Rasa Frustrasinya

Toleransi frustrasi adalah kemampuan untuk mengatasi masalah yang menantang dan akhirnya mencari solusi. Dengan begitu, anak akan belajar untuk membangun perkembangan emosional dan sosialnya.

Biarkan anak kehilangan tujuannya, gagal dalam tugasnya, atau tidak memenuhi harapannya, tanpa perlu ditegur atau dibantu. Biarkan dia mengatasi perasaan frustrasi dan belajar bagaimana menolerirnya.

Beri pengertian kalau mereka akan melakukan yang lebih baik jika menjaga diri sendiri secara fisik dan mental. Sarankan untuk menetapkan batasan. Misalnya, jumlah jam berlatih atau mengerjakan tugas sehari. Kemudian, gunakan sisa waktunya untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan.

Anak yang terlalu keras pada dirinya bisa membuat orang tua merasa resah. Namun, bukan berarti orang tua harus ikut-ikutan keras kepadanya. Anak-anak justru membutuhkan pengertian dari orang tua agar bisa mengatasi perasaan tersebut.

~Febria